HUKUM AIR MUSTA'MAL

 


Oleh : Abu Fatwa Albani Syam

(SAMSUDIN)

 

 

Musta'mal artinya bekas terpakai. Air musta'mal terbagi kepada dua kategori, yaitu ;

 

1.   Air bekas terpakai bersuci dari hadas, seperti bekas wudhu atau mandi janabat.

2.  Air bekas terpakai membersihkan najis,[1] seperti bekas membersihkan air kencing atau buang air besar (cebok).

 

Namun yang diperselisihkan di sini adalah air musta'mal nomor satu. Telah berpendapat sebagian ashab (murid/ pengikut) Abu Hanifah dan Abu al-Abbas atas najisnya air musta'mal. Akan tetapi Jumhur Ulama berpendapat atas sucinya air musta'mal.[2] Adapun masing-masing hujjahnya sebagai berikut :

 

A.  Yang dijadikan alasan atas najisnya air musta'mal yaitu ;

 

عَنْ بُكَيْرِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّ أَبَا السَّائِبِ مَوْلَى هِشَامِ بْنِ زُهْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ

Dari Bukair bin al-Asyajj bahwa [Abu as-Sa'ib] mantan budak Hisyam bin Zuhrah, telah menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar [Abu Hurairah] berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam keadaan junub." Hr. Muslim : 426.


Menurut kami (penulis) : Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa dikarenakan menggenang maka air yang dipakai mandi janabat tersebut dapat dipastikan bekasnya akan terpakai lagi terus-terusan sampai mandi tersebut selesai, itulah kemungkinan besar  yang menjadi sebab rasulullah shallalllahu alaihi wasallam melarangnya.

 

B.  Yang dijadikan alasan air musta'mal itu suci oleh jumhur ulama yaitu ;

 

عَنِ الْحَكَمِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جُحَيْفَةَ يَقُولُ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ.

Dari Al Hakam berkata, aku pernah mendengar [Abu Juhaifah] berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar mendatangi kami di waktu tengah hari yang panas. Beliau lalu diberi air wudlu hingga beliau pun berwudlu, orang-orang lalu mengambil sisa air wudlu beliau seraya mengusap-ngusapkannya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat zhuhur dua rakaat dan 'ashar dua rakaat sedang di depannya diletakkan tombak kecil." Hr. Bukhari : 181.

 

Difaham dari hadis tersebut jika seandainya air bekas wudu itu najis pastilah nabi melarang para sahabatnya berwudhu dari bekas/ sisa air wudhu nabi tersebut.

 

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُ جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا مَرِيضٌ لَا أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ فَعَقَلْتُ

Dari [Muhammad bin Al Munkadir] berkata, "Aku mendengar [Jabir] berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang menjenguk saat aku sedang sakit yang mengakibatkan aku tidak sadar. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berwudlu dan menyiramkan sisa air wudlunya hingga aku pun sadar. Hr. Bukhari : 187.


Dari hadis ini juga dapat difahami bahwa jika air bekas wudhu itu najis maka nabi tidak akan menyiramkan bekas wudhunya kepada jabir.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ.

Dari Ibnu Abbas ia berkata; "Beberapa istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mandi dalam satu bejana, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hendak berwudlu darinya, namun ia berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku junub, " beliau lalu menjawab: "Sesungguhnya air itu tidak junub (tidak najis)." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan hadits ini dipegang oleh Sufyan Ats Tsauri, Malik dan Syafi'i." Hr. Tirmidzi : 60.

 

Dari hadis ini dapat difahami juga bahwa jika seandainya air bekas mandi jaunub itu najis maka nabi tidak akan mandi bareng dengan Maimunah.


Berdasarkan hadis-hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa air musta'mal iru hukumnya suci. Adapun riwayat muslim yang dijadikan hujah oleh pendapat pertama maka sebetulnya riwayat tersebut bisa dikompromikan sehingga tidak berlawanan dengan amaliyah nabi yang justru melakukan sebaliknya (mandi dengan air yang sedang dipakai oleh Maimunah) yaitu bila kita bandingkan dengan riwayat lainnya yang menerangkan bahwa larangan kecing di air yang diam lalu mandi janabat dengan air tersebut, sehingga nampaklah jelas bahwa pelarangan mandi janabat di air tersebut khawatir tercampuri oleh najis yang dapat merubah hukum air tersebut menjadi najis karena berubah warna atau, rasa, atau baunya sebagaimana yang telah disepakati para ulama bahwa air itu suci kecuali bila berubah warna, rasa atau baunya dengan barang najis yang tercampur pada air tersebut.


Inilah riwayat larangan kencing dan mandi janabat di air yang diam  :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنْ الْجَنَابَةِ

Dari [Abu Hurairah], dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang menggenang dan janganlah dia mandi janabah di tempat tersebut." Hr. Abu Daud : 64.

 

          Dari pemaparan masing-masing kedua alasan tadi maka penulis  setuju dengan pendapat jumhur ulama yaitu air musta'mal hukumnya suci.

 

Wallahu a'lam

 

 



[1] Al-Muhadzdzab Fii Fiqhi al-Imam asy-Syafi'i : I : 19

[2]  Nailul Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar : I : 34.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan untuk Jumhur dari Sejumlah Ulama hadis dan Fiqih tentang Makmum Masbuq dapat Rukuk dapat Satu Raka’at

DALIL-DALIL SEPUTAR DA'WAH

STATUS HADIS TENTANG ARWAH YANG MENINGGAL BISA MELIHAT KEADAAN KERABATNYA YANG MASIH HIDUP DAN DAPAT MENDO'AKANNYA