FIQIH JUMAT 3
Oleh : Abu Fatwa Albani
(SAMSUDIN)
Bag - 3
MASAIL FIQHIYYAH
1.
Hukum
Shalat Jumat
Para ulama sepakat atas hukum
menegakkan shalat jumat itu fardu áin. berdosa jika ditinggalkan dan bebas dari
siksa bila dikerjakan. Sesuai dengan dalil nash al-Quran maupun sunnah. Adapun
dalil nash al-Quran yaitu :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ
لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا
الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. QS. Al-Jumuáh : 9.
Berkata Ibnu Qudamah : “maka perintah bersegera itu
menunjukkan perintah wajib. Tidak ada perintah bersegera kecuali terhadap yang
wajib. Dan dilarang untuk berjual beli supaya tidak tersibukkan dari shalat
jumat. Kalaulah keadaanya tidak wajib maka tidak ada pelarangan disebabkan
shalat jumat”.[1]
Dan
adapun dalil Nash sunnahnya yaitu :
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ
أَوْ مَرِيضٌ
Dari [Thariq bin Syihab] dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda; "Jum'at itu wajib bagi
setiap Muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan, yaitu; hamba sahaya,
wanita, anak-anak dan orang yang sakit." Hr. Abu Daud : 901. Al-Hakim,
al-Mustadrak ála Shahihain : 1013.
Yang dikecualikan dari wajib jumat
yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang yang sakit, dan orang yang sedang
perjalanan (musafir). Adapun dalil nashnya yaitu :
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ
أَوْ مَرِيضٌ
Dari Thariq bin
Syihab dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda; "Jum'at itu
wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan, yaitu;
hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit." Hr. Abu Daud :
901.
Hadis
ini terindikasi mursal, karena Thariq bin Syihab seorang sahabat yang tidak
mendengar hadis dari nabi, sebagaimana ungkapan Abu Daud setelah meriwayatkan
hadis tersebut, berikut ungkapannya ;
قَالَ أَبُو دَاوُد طَارِقُ بْنُ شِهَابٍ قَدْ
رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ
شَيْئًا
Abu Daud berkata;
"Thariq bin Ziyad pernah melihat (hidup semasa) Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, namun dirinya tidak mendengar sesuatu pun dari beliau.[2]
Akan
tetapi hadis ini bisa diamalkan karena, pertama; mursal shahabi menurut
jumhur hujjatun (bisa dijadikan hujjah). Kedua; terdapat riwayat dari
al-Hakim dimana jalur sanadnya Thariq bin Syihab sebelum menerima dari nabi ia
menerima lewat Abu Musa al-Asyári, inilah yang dinamakan dalam istilah hadis
dengan riwayat aqran (meriwayatkan hadis yang diterima dari sesama teman setabaqah).
Berikut kita lihat riwayat al-Hakim :
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنِ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ
إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Dari [Thariq bin
Syihab] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda; "Jum'at
itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan, yaitu;
hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit. Hr. al-Hakim,
al-Mustadrak ála Shahihain : 1013.
Dengan demikian hilanglah kemursalan
Thariq bin Syihab, maka naiklah status sanadnya menjadi marfu ke Nabi
shallallahu alaihi wa sallam.
Terdapat riwayat lain yang
menguatkan bahwa tidak ada jumat bagi wanita, yaitu ;
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قَالَتْ: وَنُهِينَا
عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ , وَلَا جُمُعَةَ عَلَيْنَا
Dari Ummu Athiyyah ia berkata : dan kami (perempuan)
dilarang dari mengantarkan jenasah, dan tidak ada jumat atas kami. Hr. Ibnu
Khuzaimah, Shahih Ibni Khuzaimah : 1722.
Adapun musafir dikecualikan dari
kewajiban jumat adalah riwayatnya :
أَخْبَرَنَا
أَبُو سَعْدٍ الْمَالِينِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ، حَدَّثَنَا
الْبَغَوِيُّ، حَدَّثَنَا كَامِلُ بْنُ طَلْحَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ،
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ
جَابِرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
مَنْ كان يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَعَلَيْهِ الْجُمُعَةُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ إِلَّا مَرِيضٌ، أَوْ مُسَافِرٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَمْلُوكٌ،
Telah mengabarkan kepada kami Abu Saád al-Malini, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad bin Adi, telah menceritakan kepada
kaminal-Baghawi, telah menceritakan kepada kami Kamil bin Thalhah, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahiáh, telah menceritakan kepada kami Muád bin
Muhammad al-Anshari, dari Abi Zubair, dari Jabir, bahwasannya Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda : barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka wajib atasnya shalat jumát
di hari jumát kecuali yang sakit, atau musafir (orang dalam perjalanan),
atau anak kecil, atau hamba sahaya. Hr. al-Baihaqi, sunan al-Kubra : 5842.
Ad-Daaraquthni : 1576.
Hadis tersebut dhaíf karena pada
sanadnya terdapat dua rawi yang lemah, yaitu Ibnu Lahíah dan Muád bin Muhammad
al-Anshari.[3]
Berkata Muhammad bin Ahmad : telah
menceritakan kepada kami Muáwiyah bin Shalih, ia berkata : aku mendengar Yahya
bin Maín berkata : Abdullah bin lahiáh al-Hadhrami dhaíf. Berkata Muhammad ;
telah menceritakan kepada kami Abbas berkata : aku mendengar Yahya bin Maín
mengatakan : Ibnu Lahiáh tidak bisa dijadikan hujjah dengan hadisnya.[4]
Menurut Ibnu Hajar Ibnu Lahiáh ia kusut ingatannya semenjak mengalami kebakaran
seluruh kitab-kitabnya. [5]
Walau hadis tersebut tadi dhaíf tapi
tidak berpengaruh kepada pendapat bahwa musafir dikecualikan dari kewajiban
jumat, karena terdapat hadis lain yang kwalitasnya sangat shahih, yaitu :
Riwayat
ketika nabi menjalankan haji wada, di arafah bertepatan dengan hari jumat bahkan
nabi tidak melaksanakan shalat jumat bahkan dinyatakan beliau shalat zuhur dan
asar di jamak.
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ..... فَأَجَازَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ
فَوَجَدَ الْقُبَّةَ قَدْ ضُرِبَتْ لَهُ بِنَمِرَةَ فَنَزَلَ بِهَا حَتَّى إِذَا
زَاغَتْ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ
الْوَادِي فَخَطَبَ النَّاسَ ...... ثُمَّ
أَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ
وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا ثُمَّ رَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَى الْمَوْقِفَ فَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتِهِ
الْقَصْوَاءِ إِلَى الصَّخَرَاتِ وَجَعَلَ حَبْلَ الْمُشَاةِ بَيْنَ يَدَيْهِ
وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَلَمْ يَزَلْ وَاقِفًا حَتَّى غَرَبَتْ الشَّمْسُ
وَذَهَبَتْ الصُّفْرَةُ قَلِيلًا حَتَّى غَابَ الْقُرْصُ.
Dari Jabir bin
Abdullah ….. Tetapi ternyata beliau terus saja menuju Arafah. Sampai ke
Namirah, didapatinya tenda-tenda telah didirikan orang. Lalu beliau berhenti
untuk istirahat di situ. Ketika matahari telah condong, beliau menaiki untanya
meneruskan. Sampai di tengah-tengah lebah beliau berpidato : ……. Sesudah itu,
beliau adzan kemudian qamat, lalu shalat Zhuhur. Lalu qamat lagi dan shalat
Ashar tanpa shalat sunnah antara keduanya. Setelah itu, beliau meneruskan
perjalanan menuju tempat wukuf. Sampai di sana, dihentikannya unta Qashwa di
tempat berbatu-batu dan orang-orang yang berjalan kaki berada di hadapannya.
Beliau menghadap ke kiblat, dan senantiasa wukuf sampai matahari terbenam dan
mega merah hilang. … Hr. Muslim : 2137.
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا إِلَّا بِجَمْعٍ وَعَرَفَاتٍ
Dari [Abdullah],
ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat pada
waktunya kecuali menjama' dan di Arafah. Hr. Nasai : 2960.
Imam Nasai menyimpan hadis ini pada
bab menjamak antara Zuhur dan Asar di Arafah.
Ketika rasul melaksanakan haji wada
pada waktu itu status tempat tinggal beliau di Madinah dan perjalanan beliau
beserta para sahabat ke Mekah adalah safar.
3.
Syarat
bilangan orang yang jumátan
Shalat jum’at mesti dilaksanakan
secara berjamaah, karena secara logika pun pelaksanaan shalat jumát itu mencakup
khatib, imam dan mustami’ karena itu tidaklah mungkin dilaksanakan sendirian.
Sebagaimana dalam hadis :
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ
أَوْ مَرِيضٌ
Dari [Thariq bin
Syihab] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda; "Jum'at
itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah, kecuali empat golongan, yaitu;
hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit." Hr. Abu Daud :
901.
Dengan kata-kata “فِي جَمَاعَةٍ
“ ini menjadi dilalah bahwa shalat jumat itu mesti
berjamaah.
a.
Syarat minimal
50 orang
Terdapat hadis yang menyaratkan
minimal 50 orang sudah wajib jumat. Berikut hadis-hadisnya :
عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : عَلَى
الخَمْسِيْنَ جُمُعَةٌ لَيْسَ فِيْمَا دُونَ ذَلِكَ.
Dari Abu Umamah bahwa Nabiyullah shallallahu
álaihi wa sallam bersabda : atas lima puluh orang wajib jumát, tidaklah wajib
kurang dari itu. Hr. ad-Daaruquthni : 1564, 1565.
Hadis tersebut dhaíf karena pada
sanadnya terdapat rawi Ja’far bin az-Zubair. Berkata ad-Daaruquthni : ia itu
matruk (ditinggalkan).[6]
b.
Syarat minimal
40 orang
Adapun bilangan mesti 40 orang, maka
hadis-hadisnya tidak ada satu pun yang shahih. Sebagaimana berikut :
@ Riwayat ke 1
أَخْبَرَنَا
إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنِي عَبْدُ العَزِيْزِ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ
العَزِيْزِ ، عَنْ أَبِيْهِ ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ : كُلُّ قَرْيَةٍ
فِيْهَا أَرْبَعُوْنَ رَجُلًا فَعَلَيْهِمُ الجُمُعَةُ.
Telah mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Umar bin Abdil Aziz, dari Ayahnya, dari
Ubaidillah bin Utbah ia berkata : setiap kampong yang padanya ada empat puluh
laki-laki maka wajib atasnya jumát. Hr. asy-Syafií, Musnad asy-Syafií : 259.
Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 5608.
Hadis ini dhaíf karena pada sanadnya
terdapat rawi bernama Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya al-Aslami. Berkata
adz-Dzahabi : sejumlah para ulama meninggalkannya, dan yang lainnya
mendhai’fkan dia karena rafidhah dan qadariyyah.[7]
Berkata Ibnu Hajar : Matruk (ditinggalkan para ulama).[8]
@ Riwayat ke 2
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ : إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ رَجُلًا
فَعَلَيْهِمُ الجُمُعَةُ .
Dari Abu Darda : apabila telah mencapai empat puluh
laki-laki maka wajib atasnya jumát.
Berkata Ibnu Hajar al-Asqalani : (riwayat
ini) tidak ada asalnya.[9] Berkata Ibnu al-Mulaqan : hadis ini asing, aku tidak tahu siapa yang
meriwayatkannya.[10]
@ Riwayat ke 3
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِلِيِّ : لَا جُمْعَةَ إِلَّا
بِأَرْبَعِيْنَ
Dari
Abu Umamah al-Bahili : tidak ada jumát kecuali dengan empat puluh orang.
Berkata
Ibnu Hajar al-Asqalani : hadis ini tidak ada asalnya[11]
@ Riwayat ke 4
عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ
قَالَ :
مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِى كُلِّ ثَلاَثَةٍ إِمَامًا
، وَفِى كُلِّ أَرْبَعِينَ فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ جُمُعَةٌ وَفِطْرٌ وَأَضْحًى.
Dari Atha’dari Jabir ia berkata : telah berlalu sunnah bahwa pada
setiap tiga orang ada satu umam, dan pada setiap empat puluh apalagi lebih dari itu ada jumat, idul fitri dan idul adha.
Hr. ad-Daaruqithni : 1563.
Hadis ini tidak bisa dipakai hujjah karena dhaíf. Pada
sanadnya terdapat rawi bernama Abdul Aziz bin Abdirrahman. Berkata Nasai :
tidaklah tsiqat. Berkata ad-Daaruquthni : Munkarul Hadis. Berkata Ibnu
Hibban : tidak boleh berhujjah dengannya. berkata al-Baihaqi : hadis ini
tidak bisa dijadikan hujjah.[12]
Adapun hadis Abdurrahman bin Kaáb berikut tidak
menerangkan syarat jumat dengan 40 orang, melainkan merupakan sebuah khabar
(berita) bahwa pada itu Abu Umamah awal
mengadakan shalat jumat yang hadir hanya 40. Adapun riwayatnya :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ
قَالَ كُنْتُ قَائِدَ أَبِي حِينَ ذَهَبَ بَصَرُهُ فَكُنْتُ إِذَا خَرَجْتُ بِهِ
إِلَى الْجُمُعَةِ فَسَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ لِأَبِي أُمَامَةَ أَسْعَدَ
بْنِ زُرَارَةَ وَدَعَا لَهُ فَمَكَثْتُ حِينًا أَسْمَعُ ذَلِكَ مِنْهُ ثُمَّ
قُلْتُ فِي نَفْسِي وَاللَّهِ إِنَّ ذَا لَعَجْزٌ إِنِّي أَسْمَعُهُ كُلَّمَا
سَمِعَ أَذَانَ الْجُمُعَةِ يَسْتَغْفِرُ لِأَبِي أُمَامَةَ وَيُصَلِّي عَلَيْهِ
وَلَا أَسْأَلُهُ عَنْ ذَلِكَ لِمَ هُوَ فَخَرَجْتُ بِهِ كَمَا كُنْتُ أَخْرُجُ
بِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمَّا سَمِعَ الْأَذَانَ اسْتَغْفَرَ كَمَا كَانَ
يَفْعَلُ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَتَاهُ أَرَأَيْتَكَ صَلَاتَكَ عَلَى أَسْعَدَ بْنِ
زُرَارَةَ كُلَّمَا سَمِعْتَ النِّدَاءَ بِالْجُمُعَةِ لِمَ هُوَ قَالَ أَيْ بُنَيَّ
كَانَ أَوَّلَ مَنْ صَلَّى بِنَا صَلَاةَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ فِي نَقِيعِ الْخَضَمَاتِ
فِي هَزْمٍ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ قُلْتُ كَمْ كُنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ
أَرْبَعِينَ رَجُلًا.
Dari ['Abdurrahman
bin Ka'b bin Malik] ia berkata, "Aku adalah pemandu [bapakku] tatkala
penglihatannya telah hilang. Jika aku keluar dengannya untuk shalat Jum'at dan
ia mendengar adzan, maka ia memintakan ampun dan berdo`a untuk Abu Umamah As'ad
bin Zurarah. Sejenak aku terdiam untuk mendengarkannya, kemudian aku berguman
di dalam hatiku, "Demi Allah, ia (bapakku) adalah orang yang lemah, setiap
ia mendengar adzan jum'at dan meminta ampun bagi Abu Umamah aku mendengarnya,
namun aku tidak pernah bertanya kenapa ia melakukan hal itu. " Lalu aku
berangkat bersama untuk shalat jum'at sebagaimana biasa, ketika mendengar adzan
ia juga meminta ampun sebagaimana yang biasa dilakukannya. Maka aku pun
bertanya kepadanya, "Wahai bapakku, kenapa engkau selalu mendo`akan As'ad
bin Zurarah setiap kali engkau mendengar adzan pada hari jum'at?" ia
menjawab, "Wahai putraku, dia adalah orang yang pertama kali mengimami
kami shalat jum'at sebelum kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dari Makkah di Naqi' Al Khadlamat daerah gurun dataran rendah bani Bayadlah.
" Aku bertanya kembali, "Berapakah jumlah kalian saat itu?" ia
menjawab, "Empat puluh orang. " Hr. Ibnu Majah : 1072.
Berkata al-Baihaqi : Hasan.[13]
Berkata an-Nawawi : sanadnya hadis ini hasan.[14]
Berkata al-Hafiz Ibnu Katsir : dari riwayatnya Ibnu Ishaq, dia itu hasan
hadisnya.[15]
c.
Syarat
minimal 4 orang
عَنْ أُمِّ عَبْدِ اللَّهِ
الدَّوْسِيَّةِ قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللّه صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْجُمُعَةُ وَاجِبَةٌ
عَلَى كُلِّ قَرْيَةٍ فِيهَا إمَامٌ ، وَإِنْ لَمْ يَكُونُوا إلَّا أَرْبَعَةً.
Dari Ummi Abdillah ad-Dausiyah ia berkata :
telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Jumát itu wajib atas
setiap kampung yang padanya terdapat imam, dan tidak akan terwujud kecuali
empat orang. Hr. ad-Daaruquthni : 1577. dan masih dalam riwayat
ad-Daaruquthni pada nomor hadis 1578 ada tambahan : yang ke empatnya adalah
imamnya.
Hadis tersebut dipandang lemah oleh
ad-Daaruquthni sendiri, karena pada sanadnya terdapat rawi bernama al-Walid bin
Muhammad al-Muqiri ia rawi matruk (ditinggalkan), dan tidaklah benar ia
menerima hadis ini dari az-Zuhri, seluruh orang yang meriwayatkan hadis darinya
(al-Walid) adalah matruk.[16]
Dikarenakan hadis-hadis mengenai batasan minimal
orang-orang yang jumatan itu dhaíf, maka dengan demikian tidak ada batasan yang
baku, yang terpenting dilaksanakan secara berjamaah. Dan berjamaah itu dua
orang saja sudah mencukupi yang terpenting di sana ada khatib/ imam dan
mustami’. Karena dalam shalat dua orang pun disebut berjamaáh. Sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي فَقَالَ: «أَلَا رَجُلٌ
يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا يُصَلِّي مَعَهُ؟» فَقَامَ رَجُلٌ فَصَلَّى مَعَهُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَذَانِ جَمَاعَةٌ»
Dari Abu
Umamah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki sedang
shalat, kemudian ia bersabda : adakah seseorang yang mau bersedekah untuk orang
itu dengan shalat bersamanya ? maka ada seseorang berdiri lalu shalat
bersamanya kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “dua
orang ini berjamaah”. Hr. Ahmad : 22189.
Kata-kata
“dua orang ini berjamaah” ini menunjukkan dengan jelas bahwa berjamaah
itu minimalnya dua orang. Wallahu A’lam.
4. Hukum mandi jumát
Mandi
jumat disyariatkan oleh Allah Taála bagi orang yang hendak melaksanakan shalat
jumat. Adapun status hukumnya para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa mandi
jumat itu hukumnya wajib, dan sependapat dengan itu ialah para ulama
zhahiriyyah. Adapun Jumhur ulama baik salaf maupun khalaf berpendapat bahwa
hukum mandi jumat itu sunnat[17]
dan hanya afdhaliyyah saja.
Mereka
yang berpendapat wajib beralasan dengan dalil :
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ
فَلْيَغْتَسِلْ
Dari
['Abdullah bin 'Umar] radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian mendatangi shalat
jum'at hendaklah ia mandi." Hr. Bukhari : 828. Abu Daud : 287. Ahmad :
5169. Ad-Daarimi : 1680. Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibni Khuzaimah : 1748. Malik,
al-Muwaththa : 434. Thabrani, Mu’jam al-Ausath : 2007. Ath-Thahawi, Syarh Maáni al-Atsar
696.
عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
Dari
[Abu Sa'id Al-Kudhri] bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Mandi pada hari Jum'at adalah wajib atas setiap orang yang
telah baligh." Hr. Bukhari : 830. Abu Daud : 288. Ibnu Majah : 1079.
Ad-Daarimi : 1681. Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibni Khuzaimah : 1742.
Pada
hadis pertama memakai “lam amri” mengandung perintah. Sedang menurut
kaidah ushul “pokok pada perintah itu
menunjukkan wajib kecuali ada dalil lain yang memalingkannya”. Apalagi dikuatkan oleh hadis yang kedua
dimana rasulullah langsung dengan menggunakan perkataan “wajib”. Hal inilah yang menjadi alasan bagi sebagian
ulama yang mewajibkan mandi jumát.
Adapun dalil-dalil yang digunakan
jumhur ulama yaitu :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ
أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Dari [Abu
Hurairah] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang berwudlu, lalu ia menyempurnakan wudlunya, kemudian
mendatangi Jum'at, mendengarkan (khutbah) tanpa berkata-kata, maka akan
diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dengan hari jum'at yang
lain, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang memegang-megang batu kerikil,
maka ia telah berbuat kesia-siaan." Hr. Muslim : 1419.
Berkata
al-Qurthubi : dalam penetapan hukum dengan alasan hadis ini yaitu kepada
sunnat. Hal ini terlihat rasulullah dengan mengatakan “wudhu”. Ini menunjukkan
dengan wudhu saja sudah mencukupi.[18]
Berkata
Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Talkhish :[19]
bahwasannya diantara yang paling kuat alasan dalil dengan hadis tersebut adalah
tidak adanya fardu mandi jumat. Juga mereka (jumhur) berhujjah pula dengan
hadis Samurrah berikut :
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ
Dari [Samrah bin Jundab] dia berkata, Rasulullah
Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang berwudlu' pada
hari Jum'at maka hal itu sudah mencukupinya dan baik, akan tetapi barang siapa
yang mandi, maka mandi itu lebih utama." Hr. Tirmidzi : 457.
Pada hadis ini disebutkan
kedua-duanya antara wudhu dan mandi. hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya
dengan wudhu mencukupi hanya mandi lebih utama.
عَنْ سَالِمِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ بَيْنَا هُوَ
يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَادَاهُ عُمَرُ أَيَّةُ سَاعَةٍ هَذِهِ
فَقَالَ إِنِّي شُغِلْتُ الْيَوْمَ فَلَمْ أَنْقَلِبْ إِلَى أَهْلِي حَتَّى
سَمِعْتُ النِّدَاءَ فَلَمْ أَزِدْ عَلَى أَنْ تَوَضَّأْتُ قَالَ عُمَرُ
وَالْوُضُوءَ أَيْضًا وَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ بِالْغُسْلِ
Dari Salim bin Abdullah] dari
[bapaknya] bahwa; Ketika [Umar bin Al Khaththab] sedang berkhuthbah pada hari
jum'at dihadapan jama'ah, masuklah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Umar pun memanggilnya seraya bertanya,
"Sudah jam berapakah ini?" Laki-laki itu menjawab, "Aku sangat
sibuk hari ini. Aku tidak sempat pulang, sehingga ketika kedengaran adzan,
tidak ada yang dapat aku lakukan kecuali berwudlu." Umar berkata,
"Engkau hanya berwudlu?. Bukankah Engkau tahu bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam juga memerintahkan untuk mandi?" Hr.
Muslim : 1395.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِذْ دَخَلَ عُثْمَانُ بْنُ
عَفَّانَ فَعَرَّضَ بِهِ عُمَرُ فَقَالَ مَا بَالُ رِجَالٍ يَتَأَخَّرُونَ بَعْدَ
النِّدَاءِ فَقَالَ عُثْمَانُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا زِدْتُ حِينَ
سَمِعْتُ النِّدَاءَ أَنْ تَوَضَّأْتُ ثُمَّ أَقْبَلْتُ فَقَالَ عُمَرُ
وَالْوُضُوءَ أَيْضًا أَلَمْ تَسْمَعُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ.
Dari [Abu Hurairah] ia berkata; Ketika [Umar bin Al
Khathab] berkhutbah di hadapan manusia pada hari Jum'at, tiba-tiba masuklah
Utsman bin Affan, maka Umar pun memanggilnya seraya bertanya, "Bagaimana
orang-orang pada terlambat setelah mendengar adza?" Utsman pun menjawab,
"Wahai Amirul Mukminin, saya tidak berbuat lagi setelah mendengar adzan
kecuali langsung berwudlu dan berangkat." Umar berkata, "Wudlu juga
harus. Tetapi, bukankan kalian telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: 'Jika salah seorang dari kalian hendak menunaikan shalat
Jum'at, hendaklah ia mandi terlebih dahulu.'"Hr. Muslim : 1396.
Dari
kedua hadis terakhir ini Imam Syafií mengistimbat : maka ketika Utsman tidak
meninggalkan shalat dikarenakan mandi, sedang umar tidak menyuruhnya keluar
untuk mandi, ini menunjukkan bahwa mereka kedua-duanya sudah pada faham bahwa
perintah mandi (jumat) itu menunjukkan pilihan, dan menunjukkan sunnatnya mandi
jumat juga.[20]
Menurut saya (penulis) pendapat jumhurlah yang paling kuat dalam hal ini.
Wallahu A’lam
5. Khatib mengucapkan salam ketika naik
mimbar
Bagi khatib jumat disyariatkan
mengucapkan salam sambil mengahadap ke mustami’ ketika naik mimbar sebelum
adzan. Adapun hal ini diambil dari dalil sebagai berikut :
عَنْ عَدِيِّ
بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ عَلَى الْمِنْبَرِ اسْتَقْبَلَهُ أَصْحَابُهُ بِوُجُوهِهِمْ
Dari ['Adiy bin
Tsabit] dari [Bapaknya] ia berkata, "Jika Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bangun dari mimbar, maka para sahabat menyambutnya dengan wajah-wajah
mereka. " Hr. Ibnu Majah : 1126
Berkata Ibnu Majah : aku harap sanad
ini bersambung (muttashil).[21]
عَنْ جَابِرٍ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- كَانَ إذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ سَلَّمَ.
Dari [Jabir bin
Abdullah] berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila naik mimbar
selalu mengucapkan salam. " Hr. Ibnu Majah : 1099
Pada
sanad hadis ini terdapat rawi bernama Ibnu Lahiáh mengenai kedhaífannya telah
masyhur. Akan tetapi Imam Albani menilai hasan.[22]
Terdapat hadis lain riwayat Thabrani, sebagai berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ، ثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ، ثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، ثَنَا عِيسَى
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَلَّمَ عَلَى مَنْ عِنْدَ مِنْبَرِهِ مِنَ الْجُلُوسِ،
فَإِذَا صَعَدَ الْمِنْبَرَ تَوَجَّهَ إِلَى النَّاسِ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ»
لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ نَافِعٍ إِلَّا
عِيسَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، تَفَرَّدَ بِهِ الْوَلِيدُ، وَلَا يُرْوَى عَنِ ابْنِ
عُمَرَ إِلَّا بِهَذَا الْإِسْنَادِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Hasan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi as-Sariyi, telah menceritakan
kepada kami al-Walid bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Isa bin
Abdullah al-Anshari, dari Nafi’dari Ibnu Umar ia bekata : adalah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam apabila ia masuk masjid pada hari jumát ia
mengucapkan salam kepada orang yang duduk dekat mimbarnya. Kemudian apabila
naik mimbar ia menghadap kepada orang-orang, lalu mengucapkan salam kepada
mereka. Hr. Thabrani, Mu’jam al-Ausath : 6677.
(Thabrani berkata ) :
tidak ada yang meriwayatkan hadis ini dari Nafi’ kecuali Isa bin
Abdillah. Al-Walid menyendiri meriwayatkannya, dan tidak diriwayatkan dari Ibnu
Umar melainkan dengan sanad ini.
Hadis ini dhaíf karena pada sanadnya
terdapat rawi bernama Isa bin Abdullah al-Anshari, asy-Syaukani mengatakan dia
(Isa) telah didhaífkan oleh Ibnu Ádi dan Ibnu Hibban.[23] Kalau dilihat sebab kedhaífan Isa bin
Abdillah al-Anshari ini tiada lain adalah segi kemajhulan beliau. Dan
kemajhulan Isa ini tergolong majhul hal, dan ini merupakan dhaif muhtamal (dhaíf
ringan) yang bisa terangkat oleh jalur sanad lain yang ringan kedhaifannya atau
minimal sama kadarnya. Oleh karena inilah Ibnu Hajar dalam kitab Taqribnya
menilai Isa bin Abdillah ini dengan sebutan “maqbul”. Dan dengan adanya
jalur sanad lain yang padanya terdapat Ibnu Lahiáh maka hadis ini terangkat
derajatnya menjadi hasan lighairihi. Apalagi terdapat jalur-jalur lainnya yang
mendukung walaupun mursal, akan tetapi lebih dari satu jalur. Yaitu :
Dari
Sya’bi riwayat Abdurrazaq, dan Ibnu Abi
Syaibah :
عن أبي أسامة
أنه سمع مجالدا يحدث عن الشعبي قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا صعد
المنبر أقبل على الناس بوجهه [ و ] قال : السلام عليكم ، قال فكان أبو بكر وعمر
يفعلان ذلك بعد النبي صلى الله عليه وسلم
Dari
Abu Usamah bahwasanya ia telah mendengar Mujalid menghadiskan dari asy-Sya’bi
ia berkata : adalah keadaan Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam apabila
naik mimbar ia menghadap ke orang-orang dengan wajahnya seraya mengucapkan :
Assalamualaikum. Ia (asy-Sya’bi)
mengatakan : adalah Abu Bakar dan Umar mereka berdua melakukan itu setelah Nabi
shallallahu álaihi wa sallam. Hr. Abdurrazaq, Mushannaf Abdirrazaq : 5282. Ibnu Abi Syaibah : 5238.
Kesimpulan
:
Hadis
mengenai khatib mengucapkan salam ketika naik mimbar bisa dipakai hujjah. Wallahu
a’lam.
[1] Lihat : al-Mughni Ibnu Qudamah : II : 249.
[2] Lihat : Abu Daud Sulaiman bin al-Asyáts
as-Sijistani, Sunan Abi Daud : II : 254.
[3] Lihat : asy-Syaukani, Nailul Authar Syarh
Muntaqa al-Ahbar, : II : 277.
[4] Lihat : al-Uqaili, adh-Dhuáfau al-Kabir
: II : 295.
[5] Lihat : al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani, Taqrib
at-Tahdzib , hal. 351.
[6] Ad-Daaruquthni, Sunan ad-Daaruquthni :
Juz : II : 4.
[7] Adz-Dzahabi. Al-Mughni Fii adh-Dhuáfa
: I : 60.
[8] Ibnu Hajar al-Asqalani. Taqrib at-Tahdzib
: 54.
[9] Ibnu Hajar al-Asqalani. Talkhis al-Habir
: II : 567.
[10] Ibnu al-Mulaqan. Al-Badru al-Munir :
IV : 595.
[11] Ibnu Hajar al-Asqalani. Talkhis Habir
: II : 567.
[12] Ibnu Hajar al-Asqalani, Talkhis al-Habir
: II : 137.
[13] Al-Baihaqi, Sunan
al-Kubra : III : 177.
[14] An-Nawawi, al-Khulashah
: II : 768.
[15] Al-Hafiz Ibnu Katsir , Irsyadu al-Faqih : I : 193.
[16] Ad-Daaruquthni, Sunan ad-Daaruquthni :
Juz : II : 7.
[17] Lihat : asy-Syaukani, Nailul Authar Syarh
Muntaqa al-Akhbar min Ahaditsi Sayyidi al-Akhyar. I : 302.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Syeikh Sayyid Sabiq, Fiqhu Sunnah : I
: 60.
[21] Asy-Syaukani, Nailul Authar Syarh Muntaqa
al-Akhbar min Ahadisti Sayyidi al-Akhyar : Juz III : 311
[22] Al-Musnad Al-Mudhuí án Al-Jami’ Li
Al-Kutub Al-Ásyrah : XII : 397. No. 2.
[23] Asy-Syaukani, Nailul Authar Syarh Muntaqa
al-Akhbar : II : 319.
Komentar
Posting Komentar