UTANG PIUTANG
Oleh : Abu Fatwa Albani
Syam
(Syamsudin Mukti)
Berutang
bukanlah sesuatu yang aib karena islam membolehkan pinjam meminjam, asal
memperhatikan syarat-syaratnya yaitu tidak boleh ada unsur riba di dalamnya dan
merugikan satu sama lainnya. Kendatipun demikian tetap jangan menganggap sepele
terhadap utang. Karena akan berakibat fatal bagi yang meremehkan masalah ini. Hal
hal lain yang harus diperhatikan dalam berutang yaitu ;
v Dianjurkan
ada pencatatan dalam transaksi utang piutang
Pencatatan
dalam bermuamalah utang piutang sangatlah besar manfaatnya. Untuk menjaga
kerukunan dan ketentraman kedua belah pihak, menghindari dari segala hal yang
dapat merugikan satu sama lainnya. Umpamanya, tidak menutup kemungkinan si pengutang
bisa lupa dia merasa telah membayar utangnya padahal belum, tentulah ini
merugikan pihak yang mengutangkan, atau bisa jadi yang mengutangkan lupa dia
beranggapan si pengutang belum membayar utangnya padahal sudah, tentulah hal
ini akan merugikan pihak pengutang. Maka dengan adanya pencatatan selamatlah
keduanya dari hal-hal yang dapat merugikan satu sama lainnya. Sebagaimana firman
Allah Ta'ala ;
يا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا تَدايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ
يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ
الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً ....
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada utangnya…. QS. Al-Baqarah : 282.
v Haram berutang
dengan niat tidak mau membayar
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَخَذَ
أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ
يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
Dari [Abu Hurairah radliallahu
'anhu] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang
mengambil harta manusia (berutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah
akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud
merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu".
Hr. Bukhari : 2212.
v Utang terbawa mati akan mengahalangi masuk surga
Sangatlah
rugi jika utang terbawa mati karena hal ini akan menjadi batu halangan untuk masuk
ke surga. Sehebat dan sebanyak apapun amal kita tetap terhalang itu karena ada
harta orang lain yang termakan, terpakai, sehingga terbawa mati yang belum ada
rido dari si pemberi utang. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam ;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ
مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Dari [Abu Hurairah] berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang mukmin itu
terhalang dengan utangnya, hingga dibayar utang tersebut."
Hr. Tirmidzi : 998.
Sampai
seorang yang mati syahid pun tidak akan diampuni dari utangnya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ أَبِي
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ
لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ.
Dari [Abdullah bin Yazid Abu
Abdurrahman Al Hubuli] dari [Abdullah bin 'Amru bin 'Ash], bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang yang mati syahid akan
diampuni segala dosa-dosanya kecuali hutang. Hr. Muslim : 3498.
Dan
berikut adalah hadis yang menerangkan gambaran kerugian dari salah satu orang
yang memakan harta orang lain dengan tidak ada rido pemiliknya sehingga terbawa
mati.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ
وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ
هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ
أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ
طُرِحَ فِي النَّارِ.
Dari
[Abu Hurairah] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya
kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut
itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara
kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut
adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat,
tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta
membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk
diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara
tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari
setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga
akhirnya ia dilemparkan ke neraka. Hr. Muslim : 4678.
Tetapi jika utangnya ada yang
menanggung baik keluarga, atau sanak saudara ataupun siapa saja, maka ia
terbebas dari belenggu diakhirat dalam masalah tersebut. Hal ini digambarkan
dalam sebuah riwayat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di mana ia
baru bersedia menyalatkan jenasah yang punya utang setelah ada keluarganya atau
orang lain yang bersedia menanggung utangnya. Adapun riwayatnya sebagai berikut
:
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي
عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ
دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَقَالَ أَبُو
قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيُّ هُمَا عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَصَلَّى
عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا فَتَحَ
اللَّهُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنَا
أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ فَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ
وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ.
Dari
[Jabir] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menshalatkan
seseorang yang meninggal dalam keadaan menanggung hutang. Kemudian beliau
dihadapkan kepada seorang yang telah meninggal, lalu beliau bertanya:
"Apakah ia memiliki tanggungan hutang?" Mereka berkata; Iya, dua
dinar. Beliau berkata: "Shalatkan sahabat kalian!" kemudian Abu
Qatadah Al Anshari berkata; keduanya menjadi tanggunganku wahai Rasulullah!
Jabir berkata; kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menshalatkannya. Kemudian tatkala Allah memberikan kemenangan kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Aku adalah lebih utama
(lebih berhak) terhadap orang mukmin daripada dirinya sendiri. Barangsiapa yang
meninggalkan hutang maka menjadi tanggunganku, dan barangsiapa yang
meninggalkan harta maka untuk pewarisnya. Hr. Abu Daud : 2902.
v Sikap pemberi utang terhadap orang yang tidak membayar utangnya.
-
memberi
tempo bila benar-benar belum mampu
-
mengambil (menjabel) barangnya yang senilai/setimpal dengan utangnya.
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أُصِيبَ رَجُلٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثِمَارٍ ابْتَاعَهَا فَكَثُرَ دَيْنُهُ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا عَلَيْهِ
فَتَصَدَّقَ النَّاسُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَبْلُغْ ذَلِكَ وَفَاءَ دَيْنِهِ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِغُرَمَائِهِ خُذُوا مَا
وَجَدْتُمْ وَلَيْسَ لَكُمْ إِلَّا ذَلِكَ
Dari [Abu Sa'id Al Khudri] dia
berkata, "Seorang laki-laki mendapat musibah pada masa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam terkait dengan buah yang telah dibelinya, sehingga
utangnya menjadi banyak, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bersedekahlah kepadanya." Lantas orang-orang bersedekah kepadanya,
akan tetapi (harta sedekah itu) belum mencapai jumlah untuk melunasi utangnya,
maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada orang yang diutanginya:
"Ambillah apa yang kamu temukan dan tidak ada cara lain bagimu selain cara
tersebut." Hr. Muslim : 2910.
-
Membebaskan
utang bagi yang samasekali tidak mampu membayar/ pailit merupakan bentuk
shadaqah.
أعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَدْرَكَ مَالَهُ بِعَيْنِهِ عِنْدَ رَجُلٍ أَوْ
إِنْسَانٍ قَدْ أَفْلَسَ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ مِنْ غَيْرِهِ
Dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu] berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda atau katanya;
Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa
yang mendapatkan hartanya pada seseorang namun sudah rusak maka orang itu yang
paling berhak tentang harta itu dari pada orang lain".
Hr. Bukhari : 2227.
-
Halal
kehormatannya dan siksanya bagi orang yang menahan tidak mau membayar utangnya,
atau menarik-narik, atau mengulur-ngulurkan temponya padahal dia mampu untuk
membayar.
عَنْ
عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ.
Dari
['Amru bin Asy Syarid] dari [Ayahnya] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Orang mampu yang menunda pembayaran utangnya,
maka kehormatan dan hukuman telah halal untuknya." Hr. Abu Daud : 3144.
قَالَ
ابْنُ الْمُبَارَكِ يُحِلُّ عِرْضُهُ يُغَلَّظُ لَهُ وَعُقُوبَتَهُ يُحْبَسُ لَهُ.
Ibnu
Al Mubarak berkata, "Halal kehormatannya maksudnya boleh untuk mengeraskan
suara (mencela), dan halal hukumannya maksudnya adalah memenjarakannya." Hr. Abu Daud : 3144.
Allahu al-Musta'an, wa Huwa A'lamu.
Komentar
Posting Komentar