FIQIH WUDHU


Oleh : Abu Fatwa al-Bani Syam
(SAMSUDIN)

 

A. WUDHU

v Tata cara wudhu

1.  Niat

Diwajibkan sebelum berwudu niat terlebih dahulu. Niat adalah pekerjaan hati bukan lisan, dan melafazhkan niat itu tidak disyari'atkan.[1] Adapun dalil mengenai wajibnya niat meyertai amal yaitu ;

 

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar bin Al Khaththab] diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" Hr. Bukhari : 1

 

2. Sunat membaca Bismillah

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوءَ لَهُ وَلَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

Dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada shalat orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah Ta'ala padanya." Hr. Abu Daud : 101, 102. Tirmidzi : 25. Ibnu Majah : 397, 398, 399. Ahmad : 9418, 10977, 10978, 16215, 22725, 26604, 26606. Hakim : 518, 519. Ad-Darimi : 691. Ad-Daaraquthni : 228. Thabrani, Mu'jam al-Kabir : 5699. al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 183, 184. Abu Ya'la : 6409.

 

Hadis-hadis tentang bismillah untuk wudhu terdapat banyak kedha'ifan akan tetapi dengan banyaknya jalur sanad maka naik derajatnya menjadi kuat dan itu menunjukkan bahwa bismillah ketika berwudhu ada asalnya, begitu menurut perkataan Ibnu Hajar al-Asqalani.[2]

 

Telah berpendapat Ulama-ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, Imam Malik, Rabi'ah, dan salah satu dari dua pendapatnya Imam al-Hadi bahwasanya bismillah ketika hendak wudhu itu hukumnya sunat. Sebaliknya telah berpendapat atas wajibnya bismillah ketika hendak wudhu yaitu al-Itrah, Ulama-ulama Zhahiriyah, Ishaq, dan salah satu dari dua riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi yang mewajibkan ini berbeda lagi pendapatnya ; 1. Wajib diucapkan. 2. Boleh diucapkan atau cukup dalam hati (mutlak).

 

Pendapat yang mewajibkan bismillah diucapkan berdalil dengan riwayat sebagai berikut :

 

-     Hadis riwayat Abu Daud yang telah disebutkan tadi di awal.

-     Hadis riwayat ad-Daaraquthni ; 228.

 

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي الشَّوْكِ , نا الْحَسَنُ بْنُ مُكْرَمٍ , نا يَحْيَى بْنُ هَاشِمٍ , وَثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ , نا مُحَمَّدُ بْنُ غَالِبٍ , وَثنا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ الدَّقَّاقُ , نا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سِنِينَ , قَالَا: نا يَحْيَى بْنُ هَاشِمٍ , نا الْأَعْمَشُ , عَنْ شَقِيقٍ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ , قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:  «إِذَا تَطَهَّرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهَ؛ فَإِنَّهُ يُطَهِّرُ جَسَدَهُ كُلَّهُ , وَإِنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ فِي طُهُورِهِ لَمْ يَطْهُرْ مِنْهُ إِلَّا مَا مَرَّ عَلَيْهِ الْمَاءُ ... ». يَحْيَى بْنُ هَاشِمٍ ضَعِيفٌ

Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Ahmad bin Abi asy-Syauki, telah mengabarkan kepada kami al-Hasan bin Mukrim, telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Hasyim. Dan telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdillah bin Ibrahim, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ghalib. Dan telah mengabarkan kepada kami Utsman bin Ahmad ad-Daqqaq, telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim bin Sinin, mereka berdua berkata : telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Hasyim, telah mengabarkan kepada kami al-A'masy dari Syaqiq dari Abdullah ia berkata : aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : "Apabila salah seorang dari kamu bersuci kemudian menyebutkan asma Allah (bismillah), maka sungguh ia telah mensucikan seluruh raganya. Dan jika tidak menyebut asma Allah dalam bersucinya maka tidaklah suci darinya melainkan hanya telah berlalu saja air atasnya… Hr. ad-Daaraquthni ; 228.

 

Hanya saja hadis ini dha'if maudhu' (palsu) tidak bisa dijadikan hujjah, karena dha'ifnya Yahya bin Hasyim sebagaimana kata ad-Daaraqauthni sendiri. Selain itu Abu Hatim mengungkap kedha'ifan Yahya bin Hasyim ini dengan ungkapan : adalah ia berdusta, dan ia tidak jujur, ia ditinggalkan hadisnya. Berkata juga Imam Nasai dan yang lainnya : Yahya itu matruk (ditinggalkan hadisnya).[3]

 

Pendapat yang mewajibkan secara mutlak yaitu boleh diucapkan atau cukup dalam hati saja berdalil dengan riwayat sebagai berikut :

-     Hr. al-Baihaqi ; 199

أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدَانَ، أنبأ أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ الصَّفَّارُ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ غَالِبٍ، ثنا هِشَامُ بْنُ بَهْرَامَ، ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ حَكِيمٍ أَبُو بَكْرٍ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ تَوَضَّأَ وَذَكَرَ اسْمَ اللهِ عَلَى وَضُوئِهِ كَانَ طَهُورًا لِجَسَدِهِ، وَمَنْ تَوَضَّأَ وَلَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَى وَضُوئِهِ كَانَ طَهُورًا لِأَعْضَائِهِ ".

Telah mengabarkan kepada kami Abu al-Hasan Ali bin Ahmad bin Abdan, telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Ubaid ash-Shaffar, telah mneceritakan kepada kami Muhammad bin Ghalib, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Bahram, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Hakim Abu Bakar, dari Ashim bin Muhammad, dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : " siapa saja yang berwudhu dan menyebutkan asma Allah atas wudhunya, maka itu suci untuk badannya, dan siapa saja yang berwudhu dan tidak menyebut asma Allah atas wudhunya, maka itu suci bagi anggota-anggota wudhunya. Hr. Baihaqi, Sunan al-Kubra : 199

 

Hadis ini dha'ifnya parah tidak bisa dijadikan hujjah, karena pada sanadnya terdapat rawi bernama Abdullah bin Hakim Abu Bakar. Berkata Imam Ahmad, Ibnu al-Madini dan ulama lainnya : ia itu tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Ma'in dan Nasai : bukan rawi yang tsiqat. Bahkan berkata al-Juzajani : ia pendusta.[4]

 

-     Hr. Ibnu al-Arabi

 

عَنِ البَراَءِ عَنِ النَّبِيِّ . ص. : اِسْمُ اللهِ فِي قَلْبٍ مُؤْمِنٍ سُمِّيَ أَوْ لَمْ يُسَمَّي

Dari al-Baraa dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam : nama Allah itu ada di hati seorang mukmin disebut atau tidak disebut. Hr. Ibnu al-Arabi.

 

Hadis ini pun tidak bisa dipakai hujjah karena Ibnu al-Arabi sendiri mengatakan : hadis ini tidaklah sah.[5]

 

Alasan pendapat yang menyatakan hukumnya sunat sebagai berikut ;

 

-     Bahwa hadis yang mengatakan : " tidak ada shalat bagi orang yang tidak ada wudu, dan tidak ada wudhu bagi yang tidak menyebutkan asma Allah (bismillah)" itu kesemua jalur sanadnya lemah dan tidak lepas daripada perbincangan para ulama. Al-Hafiz al-Mundzir berkata : pada bab ini terdapat banyak hadis tetapi sedikitpun tidak selamat dari perbincangan (kritikan).[6]

 

-     Riwayat ad-Daaraquthni : 230.

 

حدثنا أحمد بن محمد بن زياد ثنا مُحَمَّدُ بْنُ غَالِبٍ، ثنا هِشَامُ بْنُ بَهْرَامَ، ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ حَكِيمٍ أَبُو بَكْرٍ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ تَوَضَّأَ وَذَكَرَ اسْمَ اللهِ عَلَى وُضُوئِهِ كَانَ طَهُورًا لِجَسَدِهِ، قَالَ : وَمَنْ تَوَضَّأَ وَلَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَى وُضُوئِهِ كَانَ طَهُورًا لِأَعْضَائِهِ ".

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Ziyad, telah mneceritakan kepada kami Muhammad bin Ghalib, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Bahram, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Hakim Abu Bakar, dari Ashim bin Muhammad, dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : " siapa saja yang berwudhu dan menyebutkan asma Allah atas wudhunya, maka itu suci untuk badannya, dan siapa saja yang berwudhu dan tidak menyebut asma Allah atas wudhunya, maka itu suci bagi anggota-anggota wudhunya.

 

Akan tetapi hadis ini dha'if. Pada sanad  hadis tersebut terdapat rawi bernama Abu Bakar ad-Dahiri (Abdullah bin Hakim). Berkata Ibnu Hajar : ia itu matruk (ditinggalkan).[7] Dan ulama lainnya pun menilai negatif terhadapnya sebagaimana tercantum pada penjelasan hadis kedua sebelum ini.

 

-     Riwayat ad-Daaraquthni : 884

 

حَدَّثَنِي أَبُو طَالِبٍ الْحَافِظُ أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ , ثنا هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ , ثنا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ , نا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ , عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ , عَنْ قُرَّةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ , عَنِ الزُّهْرِيِّ , عَنْ أَبِي سَلَمَةَ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  «كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالً لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِذِكْرِ اللَّهِ أَقْطَعُ»

Telah menceritakan kepada kami Abu Thalib al-Hafizh Ahmad bin Nashr, telah menceritakan kepada kami Hilal bin al-Alaa, telah menceritakan kepada kami Amer bin Utsman, telah mengabarkan kepada kami Musa bin A'yan, dari al-Auza'I, dari Qurrah bin Abdirrahman, dari az-Zuhri, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : setiap urusan yang penting yang tidak diawali dengan dzikrullah maka itu terputus (dari kebaikan).

 

Hadis ini dha'if karena pada sanadnya terdapat rawi bernama Qurrah bin Abdirrahman. Berkata al-Juzajani dari Ahmad : Munkar hadis jiddan. Berkata Ibnu Abi Khaitsamah dari Ibnu Ma'in : Dha'if hadisnya. Berkata Abu Zur'ah : hadis-hadis yang ia riwayatkan munkar-munkar. Berkata Abu Hatim dan Nasai : tidaklah kuat.[8]  

 

-     Bahwa kalimat "Laa Wudhu-a" pada hadis Abu Daud :

" لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ "

itu bukan menunjukkan tidak sah wudhunya akan tetapi mengandung makna "Laa Kamaala" artinya tidak sempurna. Sama halnya seperti ungkapan hadis :

" لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد  "

ini tidak dimaknai tidak sah shalatnya, akan tetapi dimaknai tidak sempurna shalatnya bagi tetangga masjid kecuali dimesjid. Begitupun hadis mengenai wudhu tadi.[9] Adapun kalimat "Laa shalaata liman laa wudhu-a" maka "laa shalaata" di sana itu baru diartikan tidak sah shalatnya bagi yang tidak wudhu, karena ditunjang oleh dalil al-Quran QS. Al-Maidah ayat 6 perintah wudhu sebelum shalat.

 

Setelah menelaah kesemua dalil-dalil yang dijadikan argumentasi masing-masing pendapat. Penulis cenderung kepada pendapat yang memandang sunat membaca bismillah ketika hendak wudhu. Wallahu A'lam.

 

Ada juga riwayat yang menerangkan membaca bismillah walhamdulilah hendak wudhu, akan tetapi hadisnya lemah tidak bisa dijadikan hujjah. Sebagaimana berikut ;

 

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَسْعُودٍ الزَّنْبَرِيُّ أَبُو بَكْرٍ، بِمِصْرَ , حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحِيمِ الْبَرْقِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبَصْرِيُّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَبَا هُرَيْرَةَ , إِذَا تَوَضَّأْتَ فَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ , وَالْحَمْدُ لِلَّهِ؛ فَإِنَّ حَفَظَتَكَ لَا تَسْتَرِيحُ تَكْتُبُ لَكَ الْحَسَنَاتِ حَتَّى تُحْدِثَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءِ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mas'ud az-Zanbari Abu Bakar di Mesir, tekah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah bin Abdurrahim al-Barqi, telah menceritakan kepada kami Amer bin Abi Salamah, telah menghadiskan kepada kami Ibrahim bin Muhammad al-Bashri, dari Ali bin Tsabit, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ; Jika kamu berwudhu maka ucapkanlah : Bismillah walhamdulillah. Maka sesungguhnya penjaganmu tidak berhenti menuliskan untukmu kebaikan-kebaikan sampai kami berhadas dari wudhu itu.  Hr. Thabrani, Mu'jam ash-Shaghir : 196.

 

Hadis ini dha'if pada sanadnya terdapat rawi bernama Amer bin Abi Salamah. Berkata Yahya bin Ma'in : dha'if. Berkata Abu Hatim : dicatat hadisnya tapi tidak dijadikan hujjah. Berkata al-Uqaili : pada hadisnya ada kedha'ifan.[10] Karenanya tidaklah bisa dipakai hujah.

 

3. Mencuci tangan sampai pergelangan 3 kali

 

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَزِيدَ اللَّيْثِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ

Dari Ibnu Syihab bahwa 'Atha' bin Yazid Al Laitsi telah menceritakan kepadanya, bahwa [Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh (Kaff) dua telapak tangan sebanyak tiga kali, …  Hr. Muslim : 235.

 

Kaff yaitu telapak tangan berikut jari-jari sampai pergelangan. Dan mencuci tepalak tangan ketika berwudhu hukumnya sunat karena semata-mata pekerjaan nabi tidak menunjukkan kepada wajib.

 

4. Berkumur-kumur serta memasukan dan mengeluarkan air dari hidung (Istinsyaq dan Istintsar) 3 kali.

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَزِيدَ اللَّيْثِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ...

Dari Ibnu Syihab bahwa 'Atha' bin Yazid Al Laitsi telah menceritakan kepadanya, bahwa [Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh (Kaff) dua telapak tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasukan dan mengeluarkan air dari hidung…  Hr. Muslim : 235.

 

Praktiknya yaitu berkumur-kumur berbarengan dengan menghisap air ke hidung lalu dikeluarkan kembali. Adapaun dalil tatacaranya sebagai berikut :

 

عَنْ عَلِيٍّ ... ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا فَمَضْمَضَ وَنَثَرَ مِنْ الْكَفِّ الَّذِي يَأْخُذُ فِيهِ

Dari Ali : ….. lalu berkumur dan beristinsyaq tiga kali, dia berkumur serta beristinsyaq dari telapak tangan yang dia gunakan untuk mengambil air (yakni dengan tangan kanannya). Hr. Abu Daud : 111.

 

عَنْ مَالِكِ بْنِ عُرْفُطَةَ سَمِعْتُ عَبْدَ خَيْرٍ رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ بِكُرْسِيٍّ فَقَعَدَ عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِكُوزٍ مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ مَعَ الِاسْتِنْشَاقِ بِمَاءٍ وَاحِدٍ

Dari Malik bin Urfuthah, saya mendengar Abdi Khair, saya pernah melihat Ali radliallahu 'anhu didatangkan kursi lalu dia duduk di atasnya, kemudian didatangkan gayung berisi air kepadanya, lalu dia membasuh kedua tangannya tiga kali, kemudian berkumur bersamaan dengan beristinsyaq dengan air yang sama. Hr. Abu Daud : 111

 

      Terdapat dalil yang memisahkan antara berkumur-kumur dan menghisap air ke hidung. Dalilnya sebagai berikut ;

 

حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ لَيْثًا يَذْكُرُ عَنْ طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ دَخَلْتُ يَعْنِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى صَدْرِهِ فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ.

Telah menceritakan kepada kami [Humaid bin Mas'adah] telah menceritakan kepada kami [Mu'tamir] dia berkata; Saya pernah mendengar [Laits] menyebutkan hadits dari [Thalhah] dari [Ayahnya] dari [Kakeknya] dia berkata; Saya pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sementara beliau sedang berwudhu dan air mengalir dari wajah dan jenggotnya ke dadanya, dan saya melihat beliau memisahkan antara berkumur dengan beristinsyaq. Hr. Abu Daud : 139. Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 234. Thabrani, Mu'jam al-Kabir : 410.

 

        A kan tetapi hadis ini dha'if tidak bisa dijadikan hujjah. Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar : Sanadnya dha'if.[11] Pada sanadnya terdapat rawi bernama Laits nama lengkapnya Laits bin Salim al-Kursyi al-Kufi. Berkata Ahmad : hadisnya tidak konsisten/ tidak ajeg (mudhtharib). Berkata Ibnu Hibban : ia memutarbalikkan sanad-sanad, dan memarfu'kan (menyambungkan) sanad-sanad yang mursal dan mendatangkan hadis mengatasnamakan dari rawi yang kuat padahal bukan hadis-hadisnya, Yahnya al-Qathan, Ibnu Mahdi, Ibnu Ma'in dan Ahmad bin Hanbal telah meninggalkan dia. Berkata an-Nawawi dalam kitabnya Tahdzibul Asma : ulama sepakat atas kedha'ifan Laits tersebut.[12]

 

         Kesimpulan : berkumur-kumur itu langsung dengan menghirup air ke hidung tanpa dibedakan/ dipisahkan.

 

           Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum berkumur, istinsyaq dan istintsar. Ada yang menganggap wajib dan adapula yang mengangap sunat.

 

           Imam Ahmad, Ishaq, Abu Ubaidin, Abu Tsaur, Ibnu al-Mundzir, dan diantara ahlu bait yaitu al-Hadi, al-Qasim, al-Muayad billah telah berpendapat bahwa berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar itu hukumnya wajib. Dan sependapata dengan itu Ibnu Abi Laila, Hamad bin Abi Sulaiman. Menurut imam Nawawi dalam kitab syarah muslimnya bahwa Abu Tsaur, Abu Ubaidin, Abu Daud azh-Zhahiri dan ibnu al-Munzhir berpendapat wajib istinsyaq dan istintsar dalam wudhu dan mandi janabat adapun berkumur dalam wudhu hukumnya sunat.

 

            Imam Malik, asy-Syafi'i, al-Auza'i, al-Laits, al-Hasan al-Basri, az-Zuhri, Rabi'ah, Yahya bin Sa'id, Qatadah, al-Hakam bin Utaibah, Muhammad bin Jarir ath-Thabari, an-Nashir dari kalangan ahlu bait mereka berpendapat tidak wajib baik dalam wudu ataupun mandi janabat.

 

            Dalil-dalil yang dijadikan hujjah bagi yang mewajibkan, yaitu ;

 

-     Hr. ad-Daaraquthni ; 409.

 

وَحَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْمَحَامِلِيُّ , نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مُوسَى , وَنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَكَرِيَّا النَّيْسَابُورِيُّ , وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمِصْرِيُّ , قَالَا: نا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ الْخَالِقِ , قَالَ: حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ , ثنا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ , عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  «بِالْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ».

Telah menceritakan kepada kami al-Husein bin Ismail al-Mahamili, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Zakariya an-Naisaburi dan Ali bin Muhammad al-Mishri, mereka berdua telah berkata ; telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Amer bin Abdullah al-Khaliq, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dari Ammar bin Abi Ammar, dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kami untuk berkumur-kumur dan istinsyaq. 

 

-     Hr. Abu Daud : 123.

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

…. Rasulullah bersabda : apabila kamu berwudhu maka berkumurlah….

 

-       Hr. Abu Daud : 121

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَنْثُر

Dari [Abu Hurairah] bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu, hendaklah dia memasukkan air ke dalam hidungnya kemudian mengeluarkannya."

 

-     Hr. Tirmidzi : 718.

عَنْ عَاصِمِ بْنِ لَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي عَنْ الْوُضُوءِ قَالَ أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا.

Dari 'Ashim bin Laqhith bin Shabirah] dari [ayahnya] berkata; Aku bertanya; "Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudlu?" Beliau menjawab: "Sempurnakanlah wudlu, basuhlah sela-sela jarimu dan beristinsyaqlah lebih dalam kecuali jika kamu sedang berpuasa".

 

Dari kesemua dalil-dalil tersebut adalah perintah rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedangkan perintah itu menunjukkan kepada wajib sepanjang tidak ada dalil lain yang memalingkannya. Maka inilah yang dijadikan argumen bagi ulama-ulama yang memandang wajib berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar dalam wudhu.[13]

 

Adapun alasan para ulama yang memandang berkumur itu sunat berhujah dengan dalil sebagai berikut.

 

-     Hr. ad-Daaraquthni ; 278

حَدَّثَنَا أَبُو سَهْلِ بْنُ زِيَادٍ , نا الْحَسَنُ بْنُ الْعَبَّاسِ , نا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ , ثنا الْقَاسِمُ بْنُ غُصّْن , عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ , عَنْ عَطَاءٍ , عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمَضْمَضَةُ وَالِاسْتِنْشَاقُ سُنَّةٌ». إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ ضَعِيفٌ

Telah menceritakan kepada kami Abu Sahal bin Ziyad, telah mengabarkan kepada kami al-Hasan bin al-Abbas, telah mengabarkan kepada kami Suwaid bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami al-Qasim bin Ghushn, dari Ismail bin Muslim, dari Atha, dari Ibnu Abbas ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : berkumur dan istinsyaq adalah sunnat. Ismail bin Muslim ia rawi dha'if.

 

Hadis ini tidak bisa dijadikan hujah sebab pada sanadnya ada rawi bernama Ismail bin Muslim imam ad-Daaraquthni sendiri menilai lemah. Selain dari Ismail terdapat pula rawi bernama al-Qasim bin Ghushn, berkata Ahmad bin Hanbal ; ia menghadiskan dengan hadis-hadis munkar. Berkata Abu Hatim : ia dha'if. Berkata Ibnu Hibban : ia meriwayatkan hadis-hadis munkar dari rawi-rawi mashur. Berkata Abu Zur'ah : ia bukanlah rawi yang kuat.[14]

 

-     أHr. Tirmidzi : 302. Abu Daud : 861. Nasai, Sunan al-Kubra : 1643. Thabrani, Mu'jam al-Kabir : 4527. Ibnu Khuzaimah : 545.

 

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ يَوْمًا قَالَ رِفَاعَةُ وَنَحْنُ مَعَهُ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ كَالْبَدَوِيِّ فَصَلَّى فَأَخَفَّ صَلَاتَهُ ثُمَّ انْصَرَفَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْكَ فَارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ وَعَلَيْكَ فَارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَفَعَلَ ذَلِكَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ يَأْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْكَ فَارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَخَافَ النَّاسُ وَكَبُرَ عَلَيْهِمْ أَنْ يَكُونَ مَنْ أَخَفَّ صَلَاتَهُ لَمْ يُصَلِّ فَقَالَ الرَّجُلُ فِي آخِرِ ذَلِكَ فَأَرِنِي وَعَلِّمْنِي فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَقَالَ أَجَلْ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَتَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَكَ اللَّهُ

Dari Rifa'ah bin Rafi' berkata; "Ketika pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk bersama kami -Rifa'ah berkata; "Kami sedang bersama beliau, "- seorang laki-laki dusun datang kepada beliau, ia lalu shalat dan memperingan shalatnya. Setelah itu ia berlalu dan mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepadanya: "Kembali dan shalatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat!" lalu ia mengerjakan shalat lagi dua atau tiga kali, setiap kali itu pula ia datang dan mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kembali dan shalatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat!" maka orang-orang pun menjadi takut dan kawatir bahwa orang yang meremehkan shalat berarti belum shalat. Akhirnya laki-laki dusun itu berkata; "Beritahukan dan ajarilah aku, karena aku hanyalah manusia biasa, kadang benar dan kadang salah, " beliau lalu bersabda: "Benar, jika engkau ingin shalat maka berwudhulah sebagaimana yang Allah perintahkan kepadamu. …….

 

Hadis ini dianggap menjadi dalil yang memalingkan perintah kepada sunat bukan kepada wajib yaitu dengan kata-kata "berwudhulah sebagaimana yang Allah perintahkan kepadamu"   sedangkan dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 6 Allah memerintahkan wudhu dengan tidak menyebutkan berkumur dan istinsyaq, istintsar. Maka dengan demikian berkumur hukumnya sunat. Dan penulis sependapat dengan pendapat ini. Wallahu a'lam.

 

5. Mencuci wajah

 

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (cucilah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,,, QS. Al-Maidah : 6

 

Para ulama sepakat bahwa mencuci wajah hukumnya wajib.

 

Sunat menyela-nyela janggut

 

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ لِحْيَتَهُ

Dari Utsman bin 'Affan berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu lalu menyelah-nyelah jenggotnya. Hr. Ibnu Majah : 423. Tirmidzi : 28.

 

Dikarenakan menyelah janggut itu hadisnya bersifat khabariyah perbuatan nabi,  maka dengan demikian perbuatan nabi semata-mata tidak menunjukkan wajib, sebagaimana dalam qaidah ushul fiqih ;

 

الأصل في أفعال النبي .ص. بمجردها لا تفيد الوجوب

Pokok pada perbuatan nabi semata-mata tidak menunjukkan wajib.

 

6. Mencuci dua tangan sampai sikut

 

Para ulama sepakat atas wajibnya mencuci tangan sampai sikut, berdasarkan ayat QS. Al-Maidah : 6  ;

 

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (cucilah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,,, QS. Al-Maidah : 6

 

Boleh mencuci tangan melebihi dua sikut dan boleh mecuci kaki melebihi dua mata kaki, hal ini pernah dilakukan oleh rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana dalam riwayat berikut ;

 

عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ حَتَّى كَادَ يَبْلُغُ الْمَنْكِبَيْنِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى رَفَعَ إِلَى السَّاقَيْنِ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

Dari [Nu'aim bin Abdullah] bahwa dia melihat [Abu Hurairah] berwudlu, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya hingga hampir mencapai lengan, kemudian membasuh kedua kakinya hingga meninggi sampai pada kedua betisnya, kemudian dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya disebabkan bekas wudlu. Maka barangsiapa di antara kalian mampu untuk memanjangkan putih pada wajahnya maka hendaklah dia melakukannya'. Hr. Muslim : 246, 247.

 

Wajib menyelah-nyelah sela-sela jari tangan dan kaki ketika mencuci tangan dan kaki sebagaimana perintah nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut ;

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلِّلْ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ

Dari [Ibnu Abbas] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Jika engkau berwudlu maka selalah antara jemari kedua tangan dan kedua kakimu. Hr. Tirmidzi : 38, 39. Ibnu Majah : 447. Ahmad : 2599.

 

عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ الْفِهْرِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأَ دَلَكَ أَصَابِعَ رِجْلَيْهِ بِخِنْصَرِهِ

Dari [Al Mustaurid bin Syaddad Al Fihri] ia berkata; "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu, dan ternyata beliau menggosok jari-jari kakinya menggunakan jari kelingkingnya." Hr. Tirmidzi : 40. Ahmad : 18038.

 

7. Mengusap kepala

 

Para ulama sepakat atas wajibnya mengusap kepala. Berdasarkan dalil QS. Al-Maidah ; 6 berikut ;

 

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (cucilah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,,, QS. Al-Maidah : 6.

 

Berkata Abu Ishaq Ibrahm bin Ali asy-Syairazi : kepala yaitu sesuatu yang mencakup tempat tumbuh rambut kepala.[15]

 

Terdapat perbedaan pendapat tentang kaifiyat pelaksanaan mengusap kepala, yaitu ;

 

a.    Wajib diusap seluruh kepala berserta dua telinga, ini adalah pendapatnya Imam Malik, Ahmad dan al-Khiraqi[16] berdasarkan dalil berikut ;

 

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ  وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْ

Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada ['Abdullah bin Zaid] -dia adalah kakek 'Amru bin Yahya-, "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu?" 'Abdullah bin Zaid lalu menjawab, "Tentu." Abdullah lalu minta diambilkan air wudlu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan tangan, dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Setelah itu membasuh kedua kakinya. Hr. Bukhari : 185, 186.

 

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا.

Dari 'Amru bin Syu'aib dan Ayahnya dari Kakeknya bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; "Ya Rasulullah, bagaimanakah cara bersuci? Maka beliau memerintahkan untuk didatangkan air di dalam bejana, lalu beliau membasuh telapak tangannya tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali, kemudian mengusap kepalanya lalu memasukkan kedua jari telunjuknya pada kedua telinganya, dan mengusap bagian luar kedua telinga dengan kedua ibu jari dan bagian dalam kedua telinga dengan kedua jari telunjuknya, kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali. Hr. Abu Daud : 135.

 

Alasan lain bagi pendapat ini yaitu kendatipun hadis tentang cara megusap kepala merupakan bentuk perbuatan nabi, akan tetapi tertarik menjadi wajib karena bayan (penjelasan) dari sesuatu yang wajib maka mengamalkan penjelasan tersebut menjadi wajib pula. Dalam kaidah dinyatakan " bayanu mujmalil wajibi wajibun" artinya menjelaskan yang mujmal sifatnya wajib, maka  (mengamalkannya) itu wajib.[17]

 

b.    Boleh mengusap sebagian kepala adapun seluruhnya itu disukai. Ini pendapatnya Abu Hanifah, al-Hasan, ats-Tsauri, al-Auja'i, asy-Syafi'i, ashab Zhahir.[18] Berdasarkan alasan sebagai berikut ;

 

-     Bahwa huruf "ba" pada kalimat "biruusikum" adalah "ba" bimakna litab'idh yang mempunyai arti sebagian. Jadi "wamsahuu biruusikum" artinya menjadi usaplah sebagian kepala-kepala kamu.

 

Akan tetapi alasan tersebut benyak bantahan dari para ulama lainnya,

 

Bantahan pertama : diantaranya Ibnu Qudamah mengatakan : mereka yang mengatakan bahwa "ba tersebut litab"idh" itu tidak benar, dan ahli bahasa arab tidak mengenal itu. Berkata Ibnu Burhan : siapa yang mengira bahwa "ba" tersebut memberi faidah tab'idh, maka ia telah mendatangkan kepada ahli bahasa sesuatu yang mereka tidak mengenalinya.[19]

Bantaha kedua : jika dalam kalimat " وامسحوا برؤوسكم" dalam wudhu dimaknai boleh mengusap sebagian kepala. Maka bagaimana dalam hal tayamum pada lanjutan ayat tersebut memakai huruf yang sama yaitu " فامسحوا بوجوهكم" apakah boleh mengusap sebagian wajah ketika tayamum ?[20]

 

-     Berdasarkan riwayat Muslim ketika Rasulullah shallallahu alai wa sallam sedang safar, sebagai berikut ;

 

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَخَلَّفْتُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى حَاجَتَهُ قَالَ أَمَعَكَ مَاءٌ فَأَتَيْتُهُ بِمِطْهَرَةٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ ثُمَّ ذَهَبَ يَحْسِرُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ فَضَاقَ كُمُّ الْجُبَّةِ فَأَخْرَجَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْجُبَّةِ وَأَلْقَى الْجُبَّةَ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى خُفَّيْهِ ثُمَّ رَكِبَ ….

Dari [Urwah bin al-Mughirah bin Syu'bah] dari [Bapaknya] dia berkata, "Rasulullah pergi ke belakang, dan aku pergi ke belakang bersama beliau. Ketika beliau menunaikan hajatnya, maka beliau bersabda: "Apakah kamu memiliki air? ' Lalu aku memberikan air suci kepada beliau, lalu beliau membasuh kedua telapak tangannya dan wajahnya. Saat beliau ingin membuka kedua lengannya, ternyata lengan jubahnya sempit, maka beliau pun mengeluarkan tangannya dari bawah jubah, dan meletakkan jubahnya di atas kedua bahunya. Beliau kemudian mencuci kedua lengannya, mengusap ubun-ubunnya dan bagian atas surban serta mengusap bagian atas kedua khufnya. Kemudian beliau menaiki kendaraan,,, Hr. Muslim : 410, 412.

 

Pada hadis ini dinyatakan bahwa rasulullah pernah mengusap ubun-ubunnya saja ketika berwudhu, itu menandakan bahwa mengusap sebagian kepala dalam berwudhu itu sudah mencukupi.

 

Alasan yang kedua ini pun dibantah oleh sejumlah ulama diantaranya al-Qurtubi beliau mengatakan ; para ulama kami telah menjawab mengenai hadis tersebut mereka mengatakan : bisajadi nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan hal demikian karena satu udzur apalagi ini dilakukan nabi ketika safar, maka itulah salahsatu udzurnya, dan banyak yang dibuang dari sesuatu yang fardhu dikarenakan masyaqat dan sesuatu yang membahayakan. Lalu nabi dalam hal ini tidak cukup mengusap ubun-ubun saja melainkan ia mengusap bagian atas sorbannya. Jikalau mengusap seluruh bagian kepala tidak wajib pastilah nabi tidak akan mengusap bagian atas sorbannya.[21]

 

Itulah sekelumit ikhtilaf para ulama mengenai tata cara mengusap kepala dalam wudhu. Dan bagi penulis setuju dengan pendapat yang pertama yaitu seluruh bagian kepala harus diusap beserta dua telinga. Wallahu a'lam.

 

8. Mencuci dua kaki sampai mata kaki

 

Terdapat ijma sahabat dan jumhur ulama sepakat bahwa mencuci kaki sampai mata kaki hukumnya wajib berdasarkan dalil ;

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا لَمْ يَغْسِلْ عَقِبَيْهِ فَقَالَ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki-laki belum mencuci kedua tumitnya, maka beliau bersabda: "Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudlu) dengan api neraka.". Hr. Muslim : 356.  Bukhari : 182, 203, 206, 363, 388, 2918, 4421, 5798, 5799. Tirmidzi : 97. Nasai : 79, 82, 109, 123, 124, 125. Abu Daud : 149, 151, 159. Ibnu Majah : 389, 545. Ahmad : 17668, 17679, 17705, 17710, 17725, 17728, 17741, 17755, 17760, 17770.

 

          Ulama kalangan syi'ah Imamiyah berpendapat wajibnya hanya diusap saja. Sedangkan Ibnu Jarir ath-Thabari, al-Jubbai, dan al-Hasan al-Basri mereka berpendapat boleh memilih antara mencuci dan mengusap. Juga sebagian ulama Zhahiriyah berpendapat wajib kedua-duanya yaitu mengusap dan mencuci.[22]

 

Adapun alasan para ulama syi'ah Imamiyah mewajibkan hanya mengusap saja bahwa kalimat dalam ayat al-Maidah ayat 6 yakni " وأرجلكم " cara bacanya menjadi "wa arjulikum" huruf "lam"-nya dikarsah, karena athaf kepada " برؤوسكم" yang maksudnya disamakan dengan kepala yaitu diusap.

 

Akan tetapi pendapat syi'ah imamiyah dan pendapatnya Ibnu jarir ath-Thabari, al-Jubbai, dan al-Hasan al-Basri itu lemah sekali, karena jelas sekali berlawanan dengan riwayat-riwayat yang sharih yang secara gamblang menerangkan mencuci kaki baik yang bentuknya perintah atau perbuatan nabi langsung, selain hadis yang disebutkan tadi terdapat riwayat lainnya sebagaimana berikut ;

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأْنَا لِلصَّلَاةِ أَنْ نَغْسِلَ أَرْجُلَنَا.

Dari Jabir bin Abdullah ia mengatakan : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami apabila kami wudhu untuk shalat supaya kami mencuci kaki-kaki kami. Hr. ad-Daaraquthni 372.

 

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ أَوْ ظَلَمَ وَأَسَاءَ.

Dari 'Amru bin Syu'aib dan Ayahnya dari Kakeknya bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; "Ya Rasulullah, bagaimanakah cara bersuci? Maka beliau memerintahkan untuk didatangkan air di dalam bejana, lalu beliau membasuh telapak tangannya tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali, kemudian mengusap kepalanya lalu memasukkan kedua jari telunjuknya pada kedua telinganya, dan mengusap bagian luar kedua telinga dengan kedua ibu jari dan bagian dalam kedua telinga dengan kedua jari telunjuknya, kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali, kemudian beliau bersabda: "Beginilah cara berwudhu, barangsiapa yang menambah atau mengurangi dari keterangan ini, maka dia telah berbuat kejelekan dan kezhaliman atau kezhaliman dan kejelekan". Hr. Abu Daud : 116.

 

Berdasarkan hadis-hadis inilah jumhur ulama menyimpulkan atas wajib dicucinya kaki sampai mata kaki ketika berwudhu bukan diusap. Saya penulis sepakat dengan pendapat ini. Wallahu a'lam.

 

9. Sunat membaca syahadatain setelah berwudhu

 

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

Dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda Lalu dia menyebutkan hadits semisalnya, hanya saja dia menyebutkan, "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Hr. Muslim : 233, 234. Abu Daud : 169. Ibnu Majah : 469, 470. Nasai : 148.

 

Pada riwayat Tirmidzi hadis nomor 55 terdapat tambahan lafazh do'a setelah ucapan syahadatain yaitu dengan redaksi :

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri.

 

Akan tetapi imam Tirmidzi sendiri mengatakan bahwa sanad hadis ini sanadnya idhthirab (tidak ajeg).[23] Dan tidak shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Berikut ungkapan imam Tirmidzi ;

 

وَهَذَا حَدِيثٌ فِي إِسْنَادِهِ اضْطِرَابٌ وَلَا يَصِحُّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْبَابِ كَبِيرُ شَيْءٍ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَبُو إِدْرِيسَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ عُمَرَ شَيْئً

Dan hadits ini dalam sanadnya mengalami idhtirab (pertentangan/ tidak konsisten), dan dalam bab ini tidak ada hadits yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.[24]

 

Berkata al-Hafizh al-Mubarakfuri : ketahuilah, bahwa hadis Umar ini telah diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya dari jalur lain tanpa tambahan :" Allahummaj'alnii minat Tawabbiina waj'alhni minal mutathahiriin", itu shahih dan selamat dari pertentangan. Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Talkhis Habir setelah mengomentari periwayatan Tirmidzi ini, beliau (Ibnu Hajar) mengatakan : akan tetapi yang diriwayatkan oleh Muslim itu selamat dari pertentangan.[25]

 

Setelah memperhatikan komentar-komentar para ulama mengenai do'a setelah wudhu maka penulis cenderung sependapat dengan apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Hafizh al-Mubarakfuri yaitu cukup dengan mengucapkan syahadatain tanpa ada tambahan lainnya karena itu lebih selamat. Wallahu a'lam

 

Catatan-catatan penting :

 

Mencuci anggota wudu seluruhnya 3x kecuali mengusap kepala hanya 1x usapan

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَتَوَضَّأُ. فَذَكَرَ الْحَدِيثَ كُلَّهُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا قَالَ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ مَسْحَةً وَاحِدَةً

Dari Ibnu Abbas ia melihat Rasulullah saw. berwudlu. Kemudia ibnu Abbas menyebutkan hadits tersebut semuanya 3x, 3x. lalu Ibnu Abbas mengatakan : dan Rasulullah saw. beliau mengusap kepala dan telinganya 1x. Hr. Abu Daud :  133.

 

قَالَ الحَافِظُ ابْنُ القَيِّمِ : وَالصّحِيحُ أَنّهُ لَمْ يُكَرّرْ مَسْحَ رَأْسِهِ بَلْ كَانَ إذَا كَرّرَ غَسْلَ الْأَعْضَاءِ أَفْرَدَ مَسْحَ الرّأْسِ هَكَذَا جَاءَ عَنْهُ صَرِيحًا وَلَمْ يَصِحّ عَنْهُ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ خِلَافُهُ الْبَتّةَ.

Berkata al-Hafidz Ibnu Qayyim : yang benar adalah bahwa beliau (Nabi Saw) tidak mengulang menyapu kepalanya, bahkan beliau berulang-ulang mencuci anggota wudlu yang lainnya. Beliau menyapu kepala hanya satu kali. Demikianlah datangnya hadits dari beliau secara sharih (jelas), dan tidak ada sama sekali hadits shahih dari beliau yang menentangnya.[26]

 

Boleh berwudlu' (membasuh anggota wudlu') satu kali satu kali.

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً

Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu' sekali sekali." Hr. Bukhari : 153

 

Boleh berwudlu' (membasuh anggota wudlu') dua kali dua kali kecuali mengusap kepala satu kali.

 

عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

Dari 'Abdullah bin Zaid, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu dua kali dua kali. Hr. Bukhari : 154

 

Mendahulukan anggota wudlu yang kanan

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"إِذَا لَبِسْتُمْ، وَإِذَا تَوَضَّأْتُمْ، فَابْدَءُوا بِمَيَامِنِكُمْ

Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw. apabila kalian memakai pakaian, dan apabila kalian wudlu maka mulailah dari anggota wudlu bagian kananmu.  Hr. Thabrani, Mu’jam al-Kabir : 368.

 

Sunat bersiwak

                                                                                 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي ، لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ  وُضُوْءٍ.

Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw. : sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku perintahkan mereka bersiwak (menggosok gigi) disetiap wudlu. Hr. Bukhari : 3 : 30

 

Boleh berwudhu sebelum berdo'a tertentu sambil mengangkat tangan. Adapun dalilnya ;

 

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا فَرَغَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ بَعَثَ أَبَا عَامِرٍ عَلَى جَيْشٍ إِلَى أَوْطَاسٍ فَلَقِيَ دُرَيْدَ بْنَ الصِّمَّةِ فَقُتِلَ دُرَيْدٌ وَهَزَمَ اللَّهُ أَصْحَابَهُ قَالَ أَبُو مُوسَى وَبَعَثَنِي مَعَ أَبِي عَامِرٍ فَرُمِيَ أَبُو عَامِرٍ فِي رُكْبَتِهِ رَمَاهُ جُشَمِيٌّ بِسَهْمٍ فَأَثْبَتَهُ فِي رُكْبَتِهِ فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ يَا عَمِّ مَنْ رَمَاكَ فَأَشَارَ إِلَى أَبِي مُوسَى فَقَالَ ذَاكَ قَاتِلِي الَّذِي رَمَانِي فَقَصَدْتُ لَهُ فَلَحِقْتُهُ فَلَمَّا رَآنِي وَلَّى فَاتَّبَعْتُهُ وَجَعَلْتُ أَقُولُ لَهُ أَلَا تَسْتَحْيِي أَلَا تَثْبُتُ فَكَفَّ فَاخْتَلَفْنَا ضَرْبَتَيْنِ بِالسَّيْفِ فَقَتَلْتُهُ ثُمَّ قُلْتُ لِأَبِي عَامِرٍ قَتَلَ اللَّهُ صَاحِبَكَ قَالَ فَانْزِعْ هَذَا السَّهْمَ فَنَزَعْتُهُ فَنَزَا مِنْهُ الْمَاءُ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي أَقْرِئْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّلَامَ وَقُلْ لَهُ اسْتَغْفِرْ لِي وَاسْتَخْلَفَنِي أَبُو عَامِرٍ عَلَى النَّاسِ فَمَكُثَ يَسِيرًا ثُمَّ مَاتَ فَرَجَعْتُ فَدَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ عَلَى سَرِيرٍ مُرْمَلٍ وَعَلَيْهِ فِرَاشٌ قَدْ أَثَّرَ رِمَالُ السَّرِيرِ بِظَهْرِهِ وَجَنْبَيْهِ فَأَخْبَرْتُهُ بِخَبَرِنَا وَخَبَرِ أَبِي عَامِرٍ وَقَالَ قُلْ لَهُ اسْتَغْفِرْ لِي فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعُبَيْدٍ أَبِي عَامِرٍ وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَوْقَ كَثِيرٍ مِنْ خَلْقِكَ مِنْ النَّاسِ فَقُلْتُ وَلِي فَاسْتَغْفِرْ فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ذَنْبَهُ وَأَدْخِلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Dari Abu Musa radliallahu 'anhu katanya, selepas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari perang Hunain, beliau utus Abu Amir memimpin pasukan ke Authas. Selanjutnya Abu Amir temui Duraid bin Shimah dan Duraid pun terbunuh. Kemudian Allah menghancurkan para pengikutnya. Kata Abu Musa; Rasul mengutusku bersama Abu Amir, Abu umair kemudian terkena lemparan pada lututnya, ia terkena panah yang dibidikkan oleh Jusyami hingga panah itu terus menancap di lututnya. Aku pun menemuinya dan bertanya; "Wahai paman, siapa yang melemparmu? Ia memberi isyarat kepada Abu Musa dan berujar; "Itulah pembunuhku yang telah membidikkan panah kepadaku." Maka aku memburunya dan berusaha kutemui, ketika ia melihatku, ia melarikan diri, maka aku terus menguntitnya dan kuejek; "Apa kamu tidak malu, tidak bisakah engkau bertahan?" Ia pun bertahan, kami bergantian menebas dengan pedang dua kali sabetan yang selanjutnya aku berhasil membunuhnya. Kemudian kukatakan kepada Abu Amir; "Allah telah membunuh kawanmu. Abu Amir kemudian berujar; "Tolong cabutlah panah ini dariku" Maka aku mencabutnya sehingga lukanya mengalirkan air. Kata Abu amir "Wahai anak saudaraku, sampaikanlah salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sampaikan, "Mintakanlah ampunan untukku! Dan Abu Amir menjadikanku sebagai komandan para sahabat. Ia masih bertahan beberapa saat kemudian wafat. Aku pun pulang dan kutemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya diatas tempat tidur yang terbuat dari pelepah kurma beralaskan kasur dan pelepah kasurnya membekas di punggung dan pinggangnya. Kusampaikan kepada beliau segala berita kami dan juga berita Abu Amir yang menyampaikan pesan, "Sampaikan kepada Rasulullah, mintakanlah ampunan untukku." Nabi meminta air, dan beliau berwudhu, kemudian beliau tengadahkan kedua tangannya dan berdoa ALLOOHUMMAGHFIR LI'UBAID ABI AMIR" (Ya Allah, berilah ampunan untuk hamba-Mu yang lemah, Abu Amir), dan kulihat ketiaknya yang putih kemudian beliau memanjatkan doa ALLOOHUMMAJ'ALHU YAUMAL QIYAAMATI FAUQO KATSIIRIN MIN KHOLQIKA MINAN NASI' (Ya Allah, jadikanlah ia diatas kebanyakan manusia ciptaan-Mu). Maka aku meminta; "Dan aku juga mintakanlah ampunan." Maka Nabi panjatkan ALLOOHUMMAGH FIR LIABDILLAH BIN QAIS DZANBAHU WA ADKHILHU YAUMAL QIYAMATI MUDKHALAN KARIIMA (Ya Allah, ampunilah Abdullah bin Qais (Abu Musa) atas dosanya, dan masukkanlah pada hari kiamat ke tempat yang terpuji). Kata Abu Burdah, satu doanya untuk Abu Amir dan satunya untuk Abu Musa. dari [Abu Musa] radliallahu 'anhu katanya, selepas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari perang Hunain, beliau utus Abu Amir memimpin pasukan ke Authas. Selanjutnya Abu Amir temui Duraid bin Shimah dan Duraid pun terbunuh. Kemudian Allah menghancurkan para pengikutnya. Kata Abu Musa; Rasul mengutusku bersama Abu Amir, Abu umair kemudian terkena lemparan pada lututnya, ia terkena panah yang dibidikkan oleh Jusyami hingga panah itu terus menancap di lututnya. Aku pun menemuinya dan bertanya; "Wahai paman, siapa yang melemparmu? Ia memberi isyarat kepada Abu Musa dan berujar; "Itulah pembunuhku yang telah membidikkan panah kepadaku." Maka aku memburunya dan berusaha kutemui, ketika ia melihatku, ia melarikan diri, maka aku terus menguntitnya dan kuejek; "Apa kamu tidak malu, tidak bisakah engkau bertahan?" Ia pun bertahan, kami bergantian menebas dengan pedang dua kali sabetan yang selanjutnya aku berhasil membunuhnya. Kemudian kukatakan kepada Abu Amir; "Allah telah membunuh kawanmu. Abu Amir kemudian berujar; "Tolong cabutlah panah ini dariku" Maka aku mencabutnya sehingga lukanya mengalirkan air. Kata Abu amir "Wahai anak saudaraku, sampaikanlah salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sampaikan, "Mintakanlah ampunan untukku! Dan Abu Amir menjadikanku sebagai komandan para sahabat. Ia masih bertahan beberapa saat kemudian wafat. Aku pun pulang dan kutemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya diatas tempat tidur yang terbuat dari pelepah kurma beralaskan kasur dan pelepah kasurnya membekas di punggung dan pinggangnya. Kusampaikan kepada beliau segala berita kami dan juga berita Abu Amir yang menyampaikan pesan, "Sampaikan kepada Rasulullah, mintakanlah ampunan untukku." Nabi meminta air, dan beliau berwudhu, kemudian beliau tengadahkan kedua tangannya dan berdoa ALLOOHUMMAGHFIR LI'UBAID ABI AMIR" (Ya Allah, berilah ampunan untuk hamba-Mu yang lemah, Abu Amir), dan kulihat ketiaknya yang putih kemudian beliau memanjatkan doa ALLOOHUMMAJ'ALHU YAUMAL QIYAAMATI FAUQO KATSIIRIN MIN KHOLQIKA MINAN NASI' (Ya Allah, jadikanlah ia diatas kebanyakan manusia ciptaan-Mu). Maka aku meminta; "Dan aku juga mintakanlah ampunan." Maka Nabi panjatkan ALLOOHUMMAGH FIR LIABDILLAH BIN QAIS DZANBAHU WA ADKHILHU YAUMAL QIYAMATI MUDKHALAN KARIIMA (Ya Allah, ampunilah Abdullah bin Qais (Abu Musa) atas dosanya, dan masukkanlah pada hari kiamat ke tempat yang terpuji). Hr. Bukhari : 3979

 

Hadits-hadits do’if/ lemah yang berkenaan denga do’a hendak atau sedang wudlu.

 

a.   Membaca "al-Hamdulillahilladzi Ja’alal ma’a Thohuuron wal Islama nuuron."   ….  Ketika hendak wudlu.

 

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ المَاءَ طَهُورًا وَ الإِسْلاَمَ نُوْرًا

Alhamdulillahilladzi ja’alal ma-a thohuron wal islama nuuron. (segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air itu suci dan menjadikan islam itu cahaya).

 

Keterangan :

 

Do’a ini tidak ada sumber haditsnya. Dan tidak ada seorang ulama pun yang meriwayatkan  do’a seperti itu.  Bahkan Syeikh Muhammad Abdussalam mengatakan  : Do’a itu bukan dari sunnah Nabi saw. melainkan termasuk kepada bid’ah (sesuatu yang diada-adakan didalam ibadah). [27]

 

b.    Membaca "Bismillah walhamdulillah …"

 عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " إذا توضأت فقل بسم الله و الحمد لله ، فإن حفظتك لا تستريح تكتب لك الحسنات ما لم تحدث من ذلك الوضوء.

Dari Abu Hurairah r.a  ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw. : Apabila kamu berwudlu maka bacalah : Bismillah wal hamdulillah ”. Maka sesungguhnya malaikat penjagamu tidak akan beristirahat untuk mencatat bagimu pahala kebaikan selama kamu tidak berhadats dari wudlu tersebut.

 

Katerangan : 

 

Hadits itu do’if/ lemah yang tingkatannya Munkar.[28]

 

 

c.      Membaca  do’a  di setiap membasuh anggota wudlu.

 

فَيَقُولُ فِي غَسْلِ الْوَجْهِ اللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِي يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ وَعِنْدَ غَسْلِ الْيَدِ الْيُمْنَى اللَّهُمَّ أَعْطِنِي كِتَابِي بِيَمِينِي وَحَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا وَعِنْدَ غَسْلِ الْيُسْرَى اللَّهُمَّ لَا تُعْطِنِي كِتَابِي بِشِمَالِي وَلَا مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَعِنْدَ مَسْحِ الرَّأْسِ اللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِي وَبَشَرِي عَلَى النَّارِ وَرُوِيَ اللَّهُمَّ احْفَظْ رَأْسِي وما حوى وبطني وما وعى وَرُوِيَ اللَّهُمَّ أَغِثْنِي بِرَحْمَتِكَ وَأَنْزِلْ عَلَيَّ مِنْ بَرَكَتِكَ وَأَظِلَّنِي تَحْتَ عَرْشِكَ يَوْمَ لَا ظِلَّ إلَّا ظِلُّكَ وَعِنْدَ مَسْحِ الْأُذُنَيْنِ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ وَعِنْدَ غَسْلِ الرِّجْلَيْنِ اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ الْأَقْدَامُ.

Maka ia mengucapkan do’a ketika membasuh wajahnya : “ Allahumma bayyid wajhi yauma tabyadu wujuhun wa taswaddu wujuhun”,  dan ketika membasuh tangan kanannya:  “ Allahumma a’thini kitabi wa hasiibni hisaban yasiran”, dan ketika membasuh tangan kirinya :” Allahumma laa tu’thi kitabi bisyimali wa laa min waraa-I zhohri “, dan ketika mengusap kepalanya : “ Allahumma harrim sya’ri wa basyari ‘alannar”, dan diriwayatkan (diteruskeun dengan bacaan) “ Ihfaz ra’si wa maa hawa wa bathni wa ma wa ‘a “. Serta diriwayatkan (diteruskeun membaca ) ”Allumma agtsni birahmatika wa anzil ‘alayya min barakatika wa azhillani tahta arsyika yaumal qiyamah yauma laa zhilla illa zhilluka“. Dan ketika mengusap telinga “ Allahummaj’alni minaladzina yastami’unal qaula fayattabi’una ahsanahu”. Dan ketika mencuci kedua kakinya : “ Allumma tsabbit qodamayya ‘alash shirathi yauma tazilul aqdam”.

 

Komentar para ulama terhadap do’a ini :

 

قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ: هَذَا الدُّعَاءُ لَا أَصْلَ لَهُ وَلَمْ يَذْكُرْهُ الشَّافِعِيُّ وَالْجُمْهُورُ.

وَقَالَ فِي شرح المذهب لَمْ يَذْكُرْهُ الْمُتَقَدِّمُونَ.

وَقَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ لَمْ يَصِحَّ فِيهِ حَدِيثٌ.

An-Nawawi berkata dalam kitabnya “ ar-Raudhah” : “ Do’a ini tidak ada asal baginya, dan Asy-Syafi’i serta Jumhur ulama  tidak pernah menyebutkan do’a itu.“.

Dan berkata ia dalam kitabnya “Syarh al-Muhadzdzab” Para ulama terdahulu tidak pernah menyebutkan do’a itu.

Dan Ibnu Shalah mengatakan : “ tidak sahih haditsnya mengenai do’a itu “.[29]



[1] Fiqhu as-Sunnah : I : 38

[2] Nailul Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar : I : 184.
[3] Lisan al-Mizan ; VI : 342.
[4] Mizan al-I'tidal fii Naqdi ar-Rijal : II : 410, 411.
[5] Aridhu al-Ahwadzi bi Syarh Jami' at-Tirmidzi ; III : 437.
[6] at-Targhib wa at-Tarhib min al-Hadits asy-Syarif  : I :     124.
[7] Talkhish al-Habir Fii Takhriji Ahaditsi ar-Rafi'i al-Kabir : I : 257.
[8] Tahdzib at-Tahdzib : VI : 504.
[9] Nailul Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar : I : 185.
[10]Tahdzib al-Kamal fii Asma ar-Rijal : XIV : 239.
[11] Bulughul Maram min adillati al-Ahkam ;  22
[12] Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abi Daud : I : 143.
[13] Lihat Nailul Authar Syarh muntaqa al-Ahbar ; I : 190.
[14] Lisan al-Mizan fii Naqdi ar-Rijal ; IV : 544, 545.
[15] AL-Muhadzab fii Fiqh al-Imam asy-Syafi'i ; I : 36.
[16] Al-Mughni Ibnu Qudamah ; I : 156. Mausu'at al-Fiqhi 'ala al-Madzhab al-Arba'ah ; I : 268. Ibanatu al-Ahkam Syarh Bulugh al-Maram : I : 63.
[17] Nailul Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar ; I : 208.
[18] Al-Mughni Ibnu Qudamah ; I : 156. Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram : I :  183.
[19] Ibid,
[20] Tafsir al-Jami' Liahkami al-Qur'an ; III : 460.
[21] Tafsir al-Jami' Liahkami al-Qur'an ; III : 460.
[22] Nailul Authar Syarh Muntaqa al-Akhbar ; I : 223
[23] Idhthirab/ Mudhtharib secara Bahasa artinya goncang, goyang. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis yaitu satu hadis yang matannya atau sanadnya diperselisihkan serta tidak bisa dicocokkan atau diputuskan mana yang kuat. Begitulah yang ditukil oleh A. Qadir Hassan dari kitab Muqaddimah Ibnu Shalah ; 44. Lihat Ilmu Mushthalah Hadits, A. Qadir Hassan ; 169, 170.
[24] Sunan at-Tirmidzi ; I : 121.
[25] Tuhfatu al-Ahwadzi bi Syarh Jami' at-Tirmidzi : I : 136, 137.
[26] Lihat  Ibnu al-Qayyim, Zaadul Ma’ad Fii Hadyi Khairil Ibad, ( Daar el Fikr ), Jilid I : 185.
[27] As-Sunan wal Mubtada’at : 22.
[28] As-Sunan Wal Mubtada’at : 23.
[29] Talkhish al-Habir Fii Takhriji Ahaditsi ar-Rafi'i al-Kabir : I : 287.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan untuk Jumhur dari Sejumlah Ulama hadis dan Fiqih tentang Makmum Masbuq dapat Rukuk dapat Satu Raka’at

DALIL-DALIL SEPUTAR DA'WAH

STATUS HADIS TENTANG ARWAH YANG MENINGGAL BISA MELIHAT KEADAAN KERABATNYA YANG MASIH HIDUP DAN DAPAT MENDO'AKANNYA