USHUL FIQIH Bag 2
Muhadharah 2
PENGERTIAN, TUJUAN, KEGUNAAN DAN FAIDAH USHUL FIQIH
Oleh :
Abu Fatwa Albani Syam
(SAMSUDIN)
1. Pengertian
Ushul Fiqih merupakan bentuk paduan dari
kata "Ushul" dan "Fiqih" yang memiliki arti masing-masing. Ushul
adalah bentuk jama dari kata "Ashlun" yang berarti asal, dasar,
sumber, dalil kuat (rajih), atau segala sesuatu yang dijadikan pijakan oleh
sesuatu lainnya.
Sedangkan kata "Fiqih" adalah
bentuk mashdar dari kata "Faqiha" yang berarti mengetahui, memahami,
mengerti, atau yang searti dengan itu. dalam pengertian para Fuqaha, fiqih
diartikan sebagai berikut :
الفِقْهُ
اصْطِلَاحًا : العِلْمُ بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِي طَرِيْقُهَا الإِجْتِهَادُ.
Fiqih secara istilah : yaitu
mengetahui hukum-hukum syara' yang caranya dengan melalui ijtihad.[1]
Dari
kedua arti tersebut dapat difahami bahwa "ushul fiqih" adalah dasar
bagi kelahiran fiqih, atau sumber yang dapat digunakan dalam proses pemahaman
"nash" (dalil-dalil syara) dan pelahiran istimbat ahkam (kesimpulan
hukum) fiqih. Dengan demikian, Ushuliyin, ulama ahli ushul fiqih memberi
pengertian "ushul fiqih" sebagai berikut ;
قَوَاعِدُ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى
اسْتِنْبَاطِ الفِقْهِ أَوْ مَجْمُوعَةُ القَوَاعِدِ الَّتِي َيَتوَصَّلُ بِهَا إِلَى
اسْتِنْبَاطِ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ العَلَمِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ.
Kaidah-kaidah yang dapat
dipergunakan untuk melahirkan fiqih, atau kumpulan kaidah yang dapat
mengantarkan kepada upaya penggalian hukum syara' yang bersifat praktis dari dalil-dalilnya
yang terperinci.[2]
2. Tujuan, Kegunaan dan Faidah
Dengan
menguasai ilmu ushul fiqih diharapkan akan dapat mengetahui dan dapat
menggunakan cara-cara menetapkan dan mengeluarkan hukum dengan menggunakan
kaidah-kaidah ushuliyah atau mungkin menemukan kaidah dan teori-teori baru
dalam memahami dalil-dalil tafshili, untuk sampai pada suatu kesimpulan hukum
syara' yang dikehendaki.
Keguanaannya,
dapat menjadikan pemilik ilmu ini mampu memberikan jawaban terhadap segala
persoalan hukum yang timbul, dengan cara mengembalikan persoalan tersebut
kepada suatu masalah yang telah memperoleh kepastian hukum dari nash, atau
dengan cara memahami ruh syari'at yang universal sifatnya. Dengan demikian,
peristiwa yang tidak terdapat hukumnya di dalam nash dapat ditetapkan hukumnya
melalui qiyas misalnya, istihsan dan lain sebagainya.
Faidahnya,
dengan menguasainya dapat mengetahui hukum-hukum Allah secara yakin atau zhan
(sangkaan kuat), sehingga terhindar dari kebiasaan taqlid dan mendorong
keberanian untuk berijtihad, sekurang-kurangnya melakukan ittiba'. Hal demikian
sangat dimungkinkan, karena ushul fiqih merupakan sarana untuk berijtihad
membedakan yang benar dari yang salah dalam penetapan hukum, dan memilih
dalil-dalil yang kuat (rajih) dari dalil-dalil yang lemah (marjuh). Menguasai ushul
fiqih akan memperoleh kemampuan menetapkan hukum kepada berbagai masalah furu'
(cabang). Sebaliknya dengan mengesampingkannya maka hukum furu' itu tidak dapat
ditemukannya, seperti kata kaidah berikut ;
مَنْ جَهِلَ الأَصْلَ لَمْ يُصِبْ الفَرْعَ
أَبَدًا
Barangsiapa yang buta terhadap ushul (masalah pokok),
maka ia tak akan mendapatkan furu' sama sekali.[3]
Komentar
Posting Komentar