BOLEHKAH MELAKSANAKAN SHALAT LAIL DUA KALI ?

Image
  Oleh : Abu Fatwa Albani Syam (SAMSUDIN)      Pada dasarnya perintah itu tidak menuntut pengulangan dalam pelaksanaannya kecuali ada qarinah lain berupa qaul atau fi’li, atau taqrir dari nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana kaidah ushul yang disepakati jumhur fuqaha ; الأَصْلُ فِى الأَمْرِ لَا يَقْتَضِي التَّكْرَارَ إِلاَّ مَا دَلَّ الدَلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ. "Pokok pada perintah itu tidak menuntut pengulangan melainkan ada dalil yang menyelisihinya." [1]      Terdapat amalan seorang sahabat yang bernama Thalq bin ‘Ali ia pernah mengimami shalat qiyam ramadhan di mesjid dan berhenti tidak melanjutkan shalat witirnya dikarenakan teringat sabda nabi shallallahu alaihi wasallam tidak boleh ada dua witir dalam semalam. Sebagaimana kejadian tersebut dikonf i rmasi oleh putranya sendiri bernama Qais bin Thalq. Berikut riwayatnya ; حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا مُلَازِمُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَدْرٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ ق...

HUKUM PERAGAAN BUSANA MUSLIMAH

 


Oleh : Abu Fatwa Albani
(SAMSUDIN)

    Manusia menurut fitrahnya menyenangi segala perkara yang baik, sesuai dengan selera. Mungkin hal itu ia wujudkan karena timbul dorongan dari dirinya atau karena adanya pengaruh dari lingkungannya. Sehubungan dengan masalah pakaian di dalam Quran telah diterangkan sebagai berikut :

يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْاٰتِكُمْ وَرِيْشًا    ؕ  وَلِبَاسُ التَّقْوٰى   ۙ  ذٰ لِكَ خَيْرٌ    ؕ  ذٰ لِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (QS. Al-A'raf: Ayat 26)

    Meskipun agama tidak membatasi mode pakaian, namun tetap bahwa pakaian itu bagi orang islam harus mencerminkan ketaqwaan. Sehubungan dengan itu kita perhatikan beberapa keterangan di bawah ini :

1. Tidak boleh memakai pakaian disertai kesombongan.

َ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.

Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yang bagus, kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (Hr. Muslim : 131.)

2. Tidak boleh memakai pakaian yang menampakkan aurat (pakaian yang tipis, carang atau ketat)

ٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَسَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبْطِيَّةً كَثِيفَةً مِمَّا أَهْدَاهَا لَهُ دِحْيَةُ الْكَلْبِيُّ فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسْ الْقُبْطِيَّةَ قُلْتُ كَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلَالَةً فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَصِفَ  حَجْمَ عِظَامِهَا.

Dari Muhammad bin Usamah bin Zaid dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengenakan baju dari Qibti yang tebal padaku yang pernah dihadiahkan kepada Dihyah Al-Kalbi, kemudian saya mengenakannya pada istriku kemudian Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda kepadaku: "Kenapa kau tidak memakai baju dari Qibti?" saya menjawab: Wahai Rasulullah! saya mengenakannya pada istri saya. Kemudian Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Suruhlah dia untuk mengenakan kain tipis (puring)  dibawahnya karena saya khawatir (baju itu) memperlihatkan bentuk tulangnya." (Hr. Ahmad : 20789)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَا أَرَاهُمَا بَعْدُ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ عَلَى رُءُوسِهِنَّ مِثْلُ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَرَيْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَرِجَالٌ مَعَهُمْ أَسْوَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ.

Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada dua golongan dari penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya; wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak lenggok dan bergoyang, rambut kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan melihat surga atau mendapatkan baunya, dan para lelaki yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia."  (Hr. Ahmad : 8311.)

    Yang dimaksud dengan " berpakaian tapi telanjang " yaitu berpakaian tapi nampak aurat seperti memakai pakaian tipis, carang ataupun ketat.

    Dua poin di atas walaupun tidak diperagakan oleh seorang muslimah maka hukumnya haram kecuali dihadapan suaminya Adapun memperagakan mode pakaian muslimah boleh-boleh saja apabila diperlukan.  dengan syarat :

1. Dihadapan sesama jenis.
    Karena adanya perintah kepada laki-laki menundukkan pandangan itu dari kaum perempuan yang bukan muhrimnya.

2. Harus selamat dari unsur-unsur yang terlarang sebagaimana dijelaskan dalam bebwrapa hadits tersebut di atas.

    Akan tetapi kebolehan di sini tidaklah begitu mutlak, karena perlu membatasi diri, Sabda Rasulullah saw :

عَنْ عَطِيَّةَ السَّعْدِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.

Dari 'Athiyyah As Sa'di dia adalah termasuk sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat orang orang muttaqin sehingga dia meninggalkan sesuatu yang boleh (mubah) karena berhati-hati dari hal-hal yang dilarang."( Hr. Tirmidzi : 2375).

Wallahu A'lam.

Comments

Popular posts from this blog

STATUS HADIS TENTANG ARWAH YANG MENINGGAL BISA MELIHAT KEADAAN KERABATNYA YANG MASIH HIDUP DAN DAPAT MENDO'AKANNYA

Kritikan untuk Jumhur dari Sejumlah Ulama hadis dan Fiqih tentang Makmum Masbuq dapat Rukuk dapat Satu Raka’at

SHAHIH DHA'IF HADIS-HADIS SEPUTAR FADHILAH DAN AMALAN KHUSUS DI BULAN SYA’BAN