TARJIH KAIFIYAT (CARA) DUDUK TASYAHUD

 


Oleh :  Abu Fatwa Albani Syam
(S A M S U D I N)

    Terdapat ragam pendapat di kalangan para ulama mengenai cara duduk tasyahud baik tasyahud awal maupun akhir, sehingga penulis tertarik untuk menelusuri dan menganalisis hingga dapat diketahui pendapat mana yang lebih kuat (rajih) diantara pendapat-pendapat lainnya.

 Dalam hal ini penulis membagi kepada dua pembahasan masalah ;

 1. Bagaiman cara duduk tasyahud pada shalat yang terdapat dua tasyahud. Seperti; shalat          zuhur, asar, magrib dan isa.

 2. Bagaimana cara duduk tasyahud pada shalat yang hanya ada satu tasyahud. Seperti;                shalat subuh, shalat sunat rawatib, shalat sunat idain (idul fitri-adha), duha, tahajud, dan        shalat sunat lainnya.

 Pembahasan pertama ;

Bagaimana cara duduk tasyahud pada shalat yang terdapat dua tasyahud ?

 1. Menurut Abu Hanifah dan Ats-Tsauri bahwa duduk tasyahud awal maupun akhir kedua-          duanya sama dengan cara Itfirasy.[1] Yaitu dengan menduduki telapak kaki kiri sedangkan      telapak kaki kanan tegak . Seperti gambar berikut ;

   
     tasyahud awal         tasyahud akhir 

2.Menurut imam Malik bahwa duduk tasyahud awal maupun akhir kedua-duanya sama dengan cara tawaruk. Yaitu memajukan kaki kiri di bawah kaki kanan dan menegakkan kaki kanan lalu duduk di atas tanah/lantai. Seperti pada gambar berikut ;

    
      tasyahud awal         tasyahud akhir

3.Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bahwa duduk tasyahud awal itu dengan cara iftirasy, sedangkan duduk tasyahud akhir itu dengan cara tawaruk. Sebagaimana pada gambar berikut ;

     

        tasyahud awal             tasyahud akhir

Adapun masing-masing alasannya yaitu ;

 1. Alasan bagi yang berpendapat iftirasy kedua-duanya.

 عَنْ أَبيِ حُمَيْدٍ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَأَقْبَلَ بِصَدْرِ الْيُمْنَى عَلَى قِبْلَتِهِ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَكَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ يَعْنِي السَّبَّابَةَ

Dari "Abu Humaid, Abu Usaid, Sahl bin Sa'd dan Muhammad bin Maslamah berkumpul, mereka menyebut-nyebut tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu [Abu Humaid] berkata; "Aku adalah orang yang paling tahu tentang shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam daripada kalian semua. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk tasyahud seraya (iftitasy) membentangkan kaki kirinya dan menghadapkan bagian depan kaki kananya ke arah kiblat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas lutut kanan dan telapak tangan kanan kiri di atas lutut kiri. Lalu berisyarat dengan jarinya, yakni jari telunjuk." Hr. Tirmidzi : 270.

 عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ ... وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّاتُ وَكَانَ إِذَا جَلَسَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عَقِبِ الشَّيْطَانِ وَعَنْ فَرْشَةِ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيمِ

Dari [Abu Al Jauza`] dari [Aisyah] dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memulai shalatnya dengan takbir …. dan ia mengucapkan  di setiap dua raka'at ; "AT TAHIYYAT." Apabila duduk, beliau (iftirasy) duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanannya, beliau juga melarang duduknya syetan (yaitu duduk di atas tumit) dan melarang menghamparkan kedua telapak tangan dan hasta seperti binatang buas (ketika sujud), beliau menutup shalatnya dengan salam." Hr. Abu Daud : 665. Muslim : 768.

   Pada redaksi kedua hadis ini tidak disebutkan duduk tasyahud secara rinci, dalam artian mutlaq (umum) hanya diterangkan duduk dengan cara iftirasy saja. maka dengan demikian difaham dari redaksi tersebut bahwa rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu duduk tasyahud secara iftirasy baik tasyahud awal maupun akhir.

2. Alasan bagi yang berpendapat tawaruk kedua-duanya.

 عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى تَحْتَ فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخْذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ وَأَرَانَا عَبْدُ الْوَاحِدِ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

Dari 'Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari ayahnya dia berkata; "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya di bawah paha dan betis kanannya, dan menghamparkan telapak kaki kanannya (tawaruk), serta meletakkan tangan kirinya di atas lutut kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan sambil menunjuk dengan jarinya." Abdul Wahid memperlihatkan kepada kami sambil menunjuk dengan jari telunjuknya." Hr. Abu Daud 838.

        Pada redaksi hadis ini juga tidak disebutkan duduk tasyahud secara rinci, dalam artian mutlaq (umum) hanya diterangkan duduk dengan cara tawaruk saja. maka dengan demikian difaham dari redaksi tersebut bahwa rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu duduk tasyahud secara tawaruk baik tasyahud awal maupun akhir.

3. Alasan bagi yang berpendapat tasyahud awal dengan cara iftirasy, dan tasyahud akhir dengan cara tawaruk.

          Pendapat yang ketiga ini membantah kedua pendapat sebelumnya. Yaitu hadis-hadis yang menerangkan iftirasy saja dan tawaruk saja itu dua-duanya bersifat umum hadisnya. Hadis umum itu bisa diamalkan selama tidak ada yang mengkhususkannya. Akan tetapi dalam hal tasyahud ini terdapat hadis yang mengkhususkan secara rinci, yang mana masing-masing tasyahud dibedakan secara duduknya berdasarkan amaliyah nabi shallallahu alaihi wasallam. Adapun teks hadisnya sebagai berikut ;

 فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُهُ  ..... فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلَا قَابِضِهِمَا وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ.

Maka berkatalah [Abu Hamid As Sa'idi], "Aku adalah orang yang paling hafal dengan shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, jika shalat aku melihat beliau takbir dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundaknya, jika rukuk maka beliau menempatkan kedua tangannya pada lutut dan meluruskan punggungnya. Jika mengangkat kepalanya, beliau berdiri lurus hingga seluruh tulung punggungnya kembali pada tempatnya semula. Dan jika sujud maka beliau meletakkan tangannya dengan tidak menempelkan lengannya ke tanah atau badannya, dan dalam posisi sujud itu beliau menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat. Apabila duduk pada rakaat kedua, beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan menegakkan kakinya yang kanan. Dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya."  Hr. Bukhari : 785.

Kesimpulan penulis:

         Dari ketiga pendapat di atas yang lebih kuat yaitu pendapat ketiga yang menyatakan bahwa duduk tasyahud awal itu secara Iftirasy. sedangkan duduk tasyahud akhir itu secara tawaruk. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul bahwa menarik dalil yang mutlaq (umum) kepada yang Muqayyad (ditentukan) adalah sebuah keharusan. Sehingga hadis yang muqayyad itu sebagai penjelas dari apa-apa yang telah diterangkan pada hadis yang mutlaq.

 Adapun kaidah ushulnya sebagai berikut ;

حمل المطلق على المقيد واجب

“Menarik dalil mutlaq kepada yang muqayyad itu wajib.”

Wallahu  A’lam.

 

Pembahasan Kedua;

Bagaimana cara duduk tasyahud pada shalat yang hanya ada satu tasyahud ?

1. Pendapat Imam Ahmad bin Hanbal bahwa cara duduk tasyahud untuk shalat yang hanya  ada satu kali tasyahud adalah Iftirasy. Seperti gambar berikut ;

   

         tasyahud akhir

Adapun alasan hujjahnya berdasarkan hadis riwayat sebagai berikut ;

 a. Hr. Tirmidzi : 269.

عَنْ ابْنِ حُجْرٍ قَالَ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى يَعْنِي عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى

Dari [Ibnu Hujr] ia berkata; "Ketika aku tiba di Madinah, aku berkata; "Sungguh, aku benar-benar akan melihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat. Ketika duduk tasyahud beliau (iftirasy) membentangkan kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya -yakni di atas paha kirinya- serta menegakkan kaki kanannya.

     Hadis ini tidak membedakan antara tasyahud yang ada salam maupun yang tidak.

 b. Hr. Muslim : 768.

....وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى

…. dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua raka'at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan.

       Berkata Ibnu Qudamah : “Dua hadis tersebut menuntut bahwa setiap tasyahud dilakukan secara iftirasy, melainkan apa yang dikecualikan oleh hadis Abu Humaid pada tasyahud kedua, maka sesisanya tetap atas tuntutan yang asal (yaitu iftirasy). Karena ini bukan tasyahud kedua, jadi tidak boleh tawaruk , …. dan sebab tasyahud kedua tawaruk itu hanyalah untuk membedakan antara kedua tasyahud tersebut, sedangkan yang tidak ada padanya kecuali satu kali tasyahud maka tidak perlu kepada pembedaan.”  

1. Pendapat Imam Syafi’i bahwa disunatkan duduk tawaruk pada setiap tasyahud yang ada salam, walaupun tidak ada tasyahud kedua. Seperti tasyahud pada shalat subuh, shalat jum’’at, dan shalat tathawu’ lainnya.

 Adapaun hujjahnya yaitu Hr. Abu Daud : 824 ;

 قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا فَاعْرِضْ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ وَيَفْتَحُ أَصَابِعَ رِجْلَيْهِ إِذَا سَجَدَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَيَرْفَعُ وَيَثْنِي رِجْلَهُ الْيُسْرَى فَيَقْعُدُ عَلَيْهَا ثُمَّ يَصْنَعُ فِي الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِ

Abu Humaid berkata; "Aku lebih mengetahui tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Mereka berkata; "kalau demikian, jelaskanlah." Kemudian Abu Humaid menyebutkan hadits tersebut, katanya; "… kemudian beliau membuka jari-jari kedua tangannya apabila sujud, lalu mengucapkan: "Allahu Akbar" Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya serta mendudukinya, beliau mengerjakan seperti itu di raka'at yang lain." Kemudian dia menyebutkan lanjutan dari hadits tersebut, katanya; "…dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan) di atas betis kiri."

     Pada hadis ini diterangkan bahwa rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika duduk setelah sujud yang padanya terdapat salam beliau tawaruk. Maka dari kata-kata “duduk yang terdapat salam” inilah dapat tarik kesimpulan bahwa cara duduk tasyahud pada shalat yang terdapat satu kali tasyahud itu dengan cara tawaruk, karena tidak ada salam kecuali setelah tasyahud tersebut.

  Setelah memperhatikan kedua alasan masing-masing pendapat di atas, penulis berkesimpulan bahwa pendapat yang menyatakan cara duduk tasyahud pada shalat yang hanya ada satu kali tasyahud dengan cara tawaruk inilah pendapat yang lebih jelas dan kuat. Wallahu A’lam.



Maraji' ;

[1] Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin bin Syarif An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab        : III : 450-451.
[2] Syeikhul Islam, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Ashli Al- Hanbali : Al-Mughni Li Ibn Qudamah : I : 600,601.
 [3] Ibid. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan untuk Jumhur dari Sejumlah Ulama hadis dan Fiqih tentang Makmum Masbuq dapat Rukuk dapat Satu Raka’at

DALIL-DALIL SEPUTAR DA'WAH

STATUS HADIS TENTANG ARWAH YANG MENINGGAL BISA MELIHAT KEADAAN KERABATNYA YANG MASIH HIDUP DAN DAPAT MENDO'AKANNYA