TAFSIR AL-FATIHAH
Oleh
: Abu Fatwa al-Bani
(Syamsudin
Mukti)
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ (7)
v Terjemah :
1.
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2.
Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3.
Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang..
4.
Yang
menguasai di Hari Pembalasan.
5.
Hanya
Engkaulah yang kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.
6.
Tunjukilah
kami jalan yang lurus,
7.
(yaitu)
Jalan orang-orang ya
8.
ng
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
v Fadhilah
surah al-Fatihah
عَنْ
الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى
عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَادَى أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ
صَلَاتِهِ لَحِقَهُ فَوَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَدَهُ عَلَى يَدِهِ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ
إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ لَا تَخْرُجَ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى تَعْلَمَ سُورَةً مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْقُرْآنِ
مِثْلَهَا قَالَ أُبَيٌّ فَجَعَلْتُ أُبْطِئُ فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ ثُمَّ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ السُّورَةَ الَّتِي وَعَدْتَنِي قَالَ كَيْفَ تَقْرَأُ
إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ قَالَ فَقَرَأْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي
وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ
Dari Al 'Ala` bin Abdurrahman
bin Ya'qub bahwasanya [Abu Sa'id] mantan budak 'Amir bin Kuraiz, mengabarkan
kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil Ubay bin
Ka'ab yang sedang melaksanakan shalat. Tatkala dia telah selesai, dia menyusul
beliau. Beliau memegang tangan Ubay bin Ka'ab ketika hendak keluar dari pintu
Masjid. Beliau bersabda: "Saya berharap kamu tidak keluar dahulu, hingga
kamu mendengar surat yang Allah tidak menurunkan yang semisalnya baik dalam
Taurat, Injil maupun Al Quran " Ubay bin Ka'ab berkata; "Saya
memperlambat jalanku, mengharap hal itu. Kemudian saya bertanya; "Wahai
Rasulullah, mana surat yang telah anda janjikan kepadaku?" Beliau
bersabda: "Apa yang kamu baca ketika kamu mengawali shalat?" Ubay bin
Ka'ab menjawab; "Saya membaca; 'ALHAMDU LILLAHI RABBIL 'AALAMIIN' hingga
akhir." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Itulah surat
As Sab'u Al Matsani dan Al qur'an Agung yang diberikan kepadaku." Hr.
Malik, al-Muwaththa : 186.
v
Tafsir
A.
Penamaan
al-Fatihah
1.
Surah
Al-Fatihah tergolong kepada surah Makiyyah serta mempunyai beberapa nama yaitu
:
a. Fatihatul
Kitab, dinamai itu karena Allah Ta’ala memulai/ membuka dalam al-Quran diawali
oleh surah al-Fatihah.
Sebagaimana
sabda Nabi saw. :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
Dari
Ubadah bin ash-Shamit menyatakan hadits tersebut marfu' kepada Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam, "Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca
Fithah Kitab (al-Fatihah).".Hr.Muslim : 900. Bukhari : 756.
b. Ummul
Quran/ Ummul Kitab, dinamai demikian karena Fatihah itu pokok/ induk dari
al-Quran. Sebagaimana sebutan Ummul Qura
terhadap Mekkah, karena menjadi induk setiap bagi negeri.
Sebagaimana
sabda Nabi saw. :
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ يَقُولُ : كُلُّ صَلاَةٍ لاَ يُقْرَأُ
فِيهَا بِأُمِّ الْكِتَابِ , فَهِيَ خِدَاجٌ.
Dari Aisyah ia
berkata; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Setiap shalat yang tidak dibacakan di dalamnya Ummul Kitab (Al Fatihah)
maka ia kurang. " Hr. Ibnu Majah : 840.
c. Sab’ul
Matsani, dinamai itu karena sab’un artinya tujuh, dan fatihah itu terdiri dari
tujuh ayat berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan lafaz Matsani artinya
diulang-ulang, karenanya fatihah selalu diulang pembacaannya di dalam solat
pada setiap rakaat.
Sabda
Nabi saw. :
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « (الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ
الْمَثَانِى ».
Dari Abu Hurairah ia berkata : telah
bersabda Rasulullah saw. (al-Hamdulillahi rabbil ‘alamin) itu Ummul Quran,
Ummul Kitab, dan Sab’ul Matsani. Hr. Abu Daud : 1459.
d. Al-Hamdu,
berdasar kepada sabda Rasulullah saw. :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- : أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ :«
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ سَبْعُ آيَاتٍ ، إِحْدَاهُنَّ (بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ)
Dari Abu
Hurairah r.a dari Nabi saw. bahwasanya ia bersabda : “ al-Hamdulillahi rabbil
‘alamin” (al-Fatihah) itu tujuh ayat, salahsatunya adalah “
Bismillahirrahmanirrahim”. Hr. al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 2485.
e. Ash-Shalat,
berdasar kepada sabda Rasulullah saw. :
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي
وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي
عَبْدِي وَإِذَا قَالَ { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى
عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي
وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
فَإِذَا قَالَ { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا
لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ.
Rasulullah
Saw, beliau bersabda, "Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca
Ummul Qur'an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak
sempurna" Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah, " Kami berada di
belakang imam?" Maka dia menjawab, "Bacalah Ummul Qur'an dalam
dirimu, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Allah berfirman, 'Aku
membagi shalat (al-fatihah) antara Aku dengan hambaKu, dan hambaku mendapatkan
sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata, 'Segala puji bagi Allah
Rabb semesta alam.' Maka Allah berkata, 'HambaKu memujiKu.' Apabila hamba
tersebut mengucapkan, 'Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.' Allah berkata,
'HambaKu memujiKu.' Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Pemilik hari kiamat.'
Allah berkata, 'HambaKu memujiku.' Selanjutnya Dia berkata, 'HambaKu
menyerahkan urusannya kepadaKu.' Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Hanya
kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan.' Allah
berkata, 'Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu
yang dia minta'. Apabila hamba tersebut mengucapkan, 'Berilah kami petunjuk
jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka,
bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang
sesat.' Allah berkata, 'Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang
dia minta'." Hr. Muslim : 904.
Yang
dimaksud shalat di sana adalah surah al-fatihah.
B. Penjelasan
Global
Allah swt. memberi ibrah atau
pelajaran berbagai ilmu melalui Surah al-Fatihah diantaranya dari ayat 1 sampai
5 adalah pujian dan sanjungan kepada Allah swt, kemudian ayat ayat 6 dan 7
adalah permintaan. Ini merupakan gambaran dan tuntunan bahwa dalam berdo’a
memohon kepada-Nya diutamakan terlebih dahulu memuji Allah sebelum memohon
permintaan dalam isi do’a. dan hal ini juga telah di perintahkan oleh Allah swt
dalam ayat pada surat al-Israa : 110 ;
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمنَ أَيًّا ما تَدْعُوا
فَلَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخافِتْ بِها
وَابْتَغِ بَيْنَ ذلِكَ سَبِيلاً.
Katakanlah:
"Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu
seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah
kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan
carilah jalan tengah di antara kedua itu".
Surah al-Fatihah mengandung
pokok-pokok tujuan al-Quran secara global, kemudian dirinci dengan berbagai
keterangan di dalam ayat-ayat yeng tersebut pada surat-surat berikutnya.
Al-Quran ini mengandung masalah-masalah tauhid dan janji Allah bagi orang-orang
yang memegang teguh prinsip tauhid berupa pahala yang baik, serta ancaman Allah
bagi orang-orang yang ingkar dan tidak memperdulikan ajaran tauhid dengan siksa
atau azab yang sangat pedih. Di dalam surah al-Fatihah pun tercakup pula
perihal hamba-hamba Allah yang menambatkan ajaran tauhid di dalam hati dan
jiwanya. Al-Fatihah mencakup pula berbagai penjelasan jalan kebahagiaan yang
dapat mengantarkan hamba-hamba Allah mengecap kenikmatan dunia dan akhirat.
Surah al-Fatihah juga mengandung berbagai kisah yang menceritakan orang-orang
yang mendapat petunjuk atau orang-orang yang berdiri di atas garis-garis Allah.
Mereka itulah orang-orang yang hidup bahagia di dunia dan akhirat. Al-Fatihah
juga memberitahukan orang-orang yang tersesat atau melanggar batasan-batasan
yang ditentukan Allah dan mengesampingkan syari’at Allah berada di belakang
tanpa perhatian sama sekali.
C. Penjelasan
Rinci
· Ayat
Pertama ;
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1)
Firman Allah
Ta’ala ini menjadi sebuah do’a dalam mengawali semua pekerjaan kecuali
pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dikhususkan oleh syara’. Dan
ini merupakan cerminan akhlaq kaum mukminin dalam kesehariannya. Karenanya
dengan menyebutnya maka ada jaminan pekerjaan tersebut mengundang barakah dan
pahala. Seperti diantaranya ; mengucapkan bismillah sebelum makan-minum,
berpakaian, penyembelihan dll. Sebagaimana yang terdapat dalam dalil-dalil baik
dari quran maupun hadits. ;
وَلاَ
تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ
أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ.
Dan janganlah
kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik. QS.
al-An’am : 121.
عَنْ
وَهْبِ بْنِ كَيْسَانَ سَمِعَهُ مِنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ كُنْتُ فِي
حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي
تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ
بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ.
Dari Wahb bin
Kaisan yang dia dengar dari ['Umar bin Abu Salamah] ia berkata; Dulu aku berada
di pangkuan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lantas tanganku memegang
piring, maka beliau bersabda kepadaku: "Wahai anak, sebutlah nama Allah,
dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu."
Hr. Muslim : 5388
Adapun
pengkhususan ketika mengawali suatu pekerjaan bukan dengan basmallah diantaranya
yaitu mengawali khutbah, melainkan dengan Hamdallah. sebagaimana sabda
Rasulullah saw. :
عَنِ
ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا
تَشَهَّدَ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَرْسَلَهُ بِالْحَقِّ بَشِيرًا
وَنَذِيرًا بَيْنَ يَدَىِ السَّاعَةِ مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَإِنَّهُ لاَ يَضُرُّ إِلاَّ نَفْسَهُ وَلاَ يَضُرُّ
اللَّهَ شَيْئًا ».
Dari Ibnu
Mas'ud bahwa apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertasyahhud
(memulai khutbahnya), beliau mengucapkan: "ALHAMDULILLAH NASTA'IINUHU
WANASTAGHFIRUHU WANA'UDZU BILLAHI MIN SYURURI ANFUSINA MAN YAHDIHILLAHU FALA
MUDHILLA LAHU WAMAN YUDHLIL FALA HADIYA LAHU. WAASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH
WAASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASULUHU ARSALAHU BIL HUDA, BASYIRAW
WANADZIRAN BAINA YADAYISSA'AH MAN YUTHI'ILLAHA WARASULAHU FAQAD RASYAD WAMAN
YA'SHIHIMA FAINNAHU LA YADHURRU ILLA NAFSAHUWALA YADHURRU-LLAHA SYAIAN (segala
puji bagi Allah, kita memohon ampun kepada-Nya dan memohon pertolongan
kepada-Nya dan berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita,
barang siapa yang di beri petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang
dapat menyesatkannya dan barangsiapa di sesatkan-Nya, maka tidak ada seorangpun
yang dapat memberikannya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya yang diutus dengan kebenaran sebagai pamberi kabar gembira dan
sekaligus pemberi peringatan sebelum datangnya hari Kiamat. Barangsiapa menaati
Allah dan rasul-Nya, maka dia telah mendapatkan petunjuk dan barangsiapa
bermaksiat kepada keduanya, maka sesungguhnya dia tidaklah mencelakakan kecuali
dirinya sendiri dan Allah tidak rugi sedikitpun" Hr. Abu Daud : 1099.
·
Ayat Kedua ;
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (2)
Firman Allah
Ta’ala ini menunjukkan bahwa segala puji dan puja itu diungkapkan karena akan
membawa kenikmatan, yakni kenikmatan yang bersumber dari Allah swt. karenanya,
hanya Allah-lah yang berhak menerima puja dan puji. Dianrata nikmat-nikmat yang
terpenting, adalah nikmat adanya atau diciptakan dan dipeliharanya Alam
semesta. Dalam artian ucapan hamdalah itu adalah salah satu ucapan rasa syukur
seorang hamba kepada sang khaliq. Syukur kepada Allah itu mencakup kepada dua
hal, yaitu secara lisan dan secara prakatek jasadi. Hal ini tertangkap dari
definisi yang dungkap oleh Imam ash-Shabuni dalam Rawai’u al-Bayan :
صَرْفُ النِّعْمَةِ فِيْمَا يَرْضَي اللهُ وَذلِكَ بِاسْتِعْمَالِ
السَّمْعِ وَالبَصَرِ وَسَائِرِ الحَوَاسِ فِيْمَا خُلِقَتْ لَهُ .
Syukur adalah menggunakan
kenikmatan kepada perkara yang diridoi Allah Ta’ala yaitu dengan cara menggunakan pendengaran,
penglihatan dan seluruh anggota badan kepada apa yang telah diciptakan baginya
(kepada fungsi sebenarnya).
Maksudnya
dilibatkan untuk beribadah, karena asal diciptakannya manusia itu tiada lain
hanya untuk beribadah. Maka jika manusia mensyukuri nikmat-Nya niscaya Allah
akan memberi tambahan kenikmatan, sedangkan kalau kufur maka siksa pedih telah
menantinya, dan siksa tersebut bisa jadi menimpa saat di dunia maupun di
akhirat, atau kedua-duanya.
·
Ayat Ketiga ;
الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ (3)
Menurut al-Anbari kata ar-Rahman ini berasal dari bahasa ibrani
bukan bahasa arab ysng artinya ialah yang memberikan nikmat dan yang berbuat
baik terhadap hamba-hamba-Nya tanpa perhitungan dan masa berakhir. Sedangkan kata ar-Rahim ini berasal dari
bahasa arab, yang artinya sifat yang tetap ada pada Allah. Dari sifat inilah
lahir kebajikan dan kasih sayang Allah.
kalau rahman-Nya Allah diberikan kepada seluruh makhluq adapun rahim itu
dikhususkan untuk kaum mukminin diantara makhluqnya. Sebagaimana firman-Nya
dalam quran surah al-Ahzab : 43.
{ وَكَانَ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا }
Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang
yang beriman.
Bahkan kelak di akhirat yang dapat memasukkan mukmin ke surga itu
bukan oleh amalnya semata melainkan karena maha rahimnya Allah memberikan
rahmat-Nya kepada siapa saja diantara mukminin yang ia kehendaki. Sebagaimana
sabda Nabi saw.
عَنْ جَابِرٍ
قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا
يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلَا يُجِيرُهُ مِنْ النَّارِ وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنْ
اللَّهِ
dari
Jabir berkata: Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Tidak seorang pun dari kalian yang dimasukkan surga oleh amalnya dan
tidak juga diselamatkan dari neraka karenanya, tidak juga aku kecuali karena
rahmat dari Allah." Hr. Muslim : 7299
·
Ayat ke Empat :
مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ (4)
Kata ad-Din, secara bahasa berarti
perhitungan, pahala dan pembalasan. Itulah makna yang sesuai dalam hubungan
ini. Dikatakan Maliki yaumid Din bukan Malikid Din, agar diketahui bahwa din
itu mempunyai hari tertentu, yakni ketika manusia menerima balasan atau pahala
hasil perbuatannya.
Memang,
kita sering menjumpai orang-orang yang tertimpa pembalasan akibat dari
perbuatannya di dunia. Jika kita lihat dari segi individu-individunya, mereka
tertimpa kemelaratan dan kesengsaraan itu sebagai akibat dari perbuatan
menyepelekan hal-hal yang benar dan meninggalkan kewajiban-kewajiban. Sekalipun
hal itu terjadi hanya pada sebagiann orang tidak secara keseluruhan. Sebab,
kita sering menjumpai banyak kelangan yang hidup dengan dosa dan memuaskan
nafsu birahinya, tetapi mereka masih sempat menghabiskan umurnya dengan
berbagai kenikmatan, tanpa mengalami sedikit pun kesusahan. Tetapi ingat,
mereka tidak bisa lepas dari berbagai keresahan akibat perbuatannya. Terkadang
mereka akan tertimpa kebangkrutan di dalam usahanya, menderita penyakit yang
tak kunjung sembuh, lemah akal dan lainnya. Tetapi semua itu bukanlah merupakan
balasan yang setimpal bagi perbuatannya karena terlalu besarnya dosa yag mereka
lakukan dan terlalu gemarnya mereka terhadap hal-hal yang mungkar.
Sebaliknya,
kita sering menjumpai orang-orang baik yang tertimpa musibah. Hak-haknya
digilas sehingga tidak memperoleh hasil upayanya secara wajar. Sekalipun
demikian, mereka tetap menerima sebagian pahala yang dilakukan, yakni
ketenangan, kesehatan badan, keselamatan, kebersihan harta benda, keluhuran
akhlak dan lain sebagainya. Tetapi, semua itu bukan merupakan pahala yang
setimpal bagi mereka. Jika tiba hari pembalasan, maka setiap orang akan
menerima balasannya secara sempurna, tiidak kurang sedikitpun. Jika
perbuatannya baik, maka balasannya pun baik. Dan jika ternyata perbuatannya
tidak baik, maka balasannya pun tidak baik. Pembalasan tersebut sesuai dengan
amal perbuatan yang dilakukan sebagaimana isyarat surah al-Kahfi : 49.
وَلَا
يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang
juapun".
·
Ayat ke
Lima :
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5)
Dengan
ini kita diingatkan bahwa kita manusia itu sangatlah lemah, sebagaimana dalam
firman Allah dalam surah yang lainnya bahwa manusia itu diciptakan dalam
keadaan lemah. Sampai kapan pun kita tidak lepas dari pertolongan Allah, dan
pertolongan Allah itu akan datang dengan syarat manusia itu sanggup beribadah
hanya kepadanya. Dan ayat ini juga sekaligus meniadakan sesembahan lain selain
dari Allah, dan tidak ada yang patut disembah melainkan Allah. Hal ini juga
sesuai dengan fitrah manusia yaitu diciptakannya manusia itu tiada lain hanya
untuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah
adalah perasaan merendahkan diri yang lahir dari hati nurani, sebagai akibat
perasaan mengagungkan yang disembah, di samping dengan keyakinan bahwa yang
disembah itu mempunyai kekuasaan yang pada hakikatnya tidak bisa dijangkau oleh
kemampuan akal manusia. Adapula para ulama yang lainnya mendefinisikan secara
lebih rinci bahwa ibadah itu adalah
mengerjakan apa yang diperintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
·
Ayat ke – Enam
;
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
Hidayah
yaitu sesuatu yang dapat mengantark
seseorang kepada hal yang dituju. Yang dimaksud dengan shirath mustaqim atau
jalan yang lurus itu adalah islam sebagaimana yang diriwayatkan oleh ath-Thabari
dalam tafsirnya. Dan ciri-ciri manusia mendapat hidayah yaitu seperti yang
digambarkan oleh Allah dalam surah
فَمَن يُرِدِ
اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن
يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي
السَّمَاء كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ .
وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَذَّكَّرُونَ.
125
) Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk
(hidayah), niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
126)
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah
menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.
Hidayah
Allah untuk manusia itu ada beberapa macam :
1.
Hidayah Ilham : hidayah
ini diberikan sejak kelahiran, dimana seorang bayi merasakan lapar dll dia akan
merengek tandanya ia menginginkan sesuatu..
2.
Hidayah Hawas (panca
indera) : dua hidayah ini dimiliki oleh manusia dan hewan, bahkan hidayah ini
pada hewan lebih sempurna atau tajam dibanding manusia, karena ilham dan
hawasnya hewan diberikan secara sempurna sejak kelahirannya. Akan tetapi bagi
manusia akan dimiliki secara bertahap.
3.
Hidayah Aqal : yaitu
hidayah yang paling tinggi di atas Hawas dan Ilham. Manusia telah tercipta
untuk hidup bersosial dengan yang lainnya, sedangkan hawas dan ilhamnya tidak
akan cukup untuk menghadapi hidup dan kehidupan ini, maka perlu kepada akal
yang dapat membenarkan kekeliruan panca indera, bukanlah orang yang melihat
tongkat lurus di air akan terlihat bengkok di mata ? dan orang yang belum
terbiasa merasakan sesuatu yang manis akan terasa pahit lidahnya.
4.
Hidayah Agama dan
syari’at ; hidayah ini merupakan kebutuhan mutlak bagi orang yang menganggap
remeh akal pikrannya, mengikuti kemauan hawa nafsunya, menundukkan jiwa untuk
menuruti kemauan syahwatnya. Ia lebih memilih jalan yang penuh dengan lumpur
dosa dan berbagai kejahatan, berani berbuat zalim, sekalipun terhadap kawannya
sendiri, sehingga tercipta suasana saling menguasai dan bersaing secara tidak
wajar antar sesama. Dengan hidayah ini, seseorang akan menerima petunjuk. Jika
akal pikirannya mampu mengalahkan kemauan hawa nafsunya, maka akan tampak
dimata manusia batasan-batasan dan syari’at Allah. Kemudian ia akan berdiri di
atas garis-garis batas tersebut, dan mengekang kemauannya dari batasan-batasan
yang ada.
·
Ayat ke Tujuh :
صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ (7)
Ayat ini merupakan
penjelasan dari jalan atau petunjuk atau hidayah yang dimaksud adalah jalannya
orang-orang yang telah diberi nikmat kepada mereka. Adapun mereka yang telah
diberi nikmat oleh Allah swt yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir yang ditukil oleh Imam
asy-Syuyuthi dalam tafsirnya ad-Durul Mantsur
:
وَأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيْرٍ ، وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
فِي قَوْلِهِ {صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ} يَقُوْلُ : طَرِيْقُ مَنْ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ المَلاَئِكَةِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
وَالصَّالِحِيْنَ الَّذِيْنَ أَطَاعُوكَ وَعَبَدُوْكَ.
Dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi
Hatim telah mengeluarkan hadits dari Ibnu abbas mengenai Firman-Nya {Shirathalladziina
an’amta ‘alaihim}, ia (Ibnu Abbas) mengatakan : jalan yang telah diberi
nikmat kepada mereka yaitu para malaikat, para nabi, para shiddiqin, syuhada,,
dan orang-orang soleh yang menaati-Mu dan menyembah-Mu.
Sedangkan yang dimaksud
dengan orang-orang yang sesat, yaitu :
وَأَخْرَجَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيْقِ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَقِيْقٍ
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
{المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ} قَالَ : اليَهُوْدُ ، قُلْتُ {الضَّالِّيْنَ} قَالَ :
النَّصَارَى.
Ibnu Mardawaih telah
mengeluarkan hadits dari jalan Abdullah bin Syaqiq dari Abu Dzar ia berkata :
aku bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai {al-Maghdubi ‘alaihm} jawabnya :
Yahudi. Aku Tanya lagi : {adh-Dhaliin} ? jawabnya : Nashrani.
Adapun cara mendapatkan
hidayahnya yang seperti mereka yaitu dengan cara ta’at kepada Allah dan
Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah swt ;
وَلَهَدَيْنَاهُمْ
صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا (68) وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (69) ذَلِكَ الْفَضْلُ
مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ
عَلِيمًا (70)
(68) Dan pasti
Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (69) Dan barangsiapa yang mentaati
Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya. (70) Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah
cukup mengetahui. QS. An-Nisa : 68, 69, 70.
Maraji’
- Al-Quran
al-Karim,
-
Tafsir al-Quran al-Azhim, Ibnu kastir ;
cet. Jamiyyah Ihyaut Turats al-Islamiy Kuwait
2001.
-
Tafsir al-Maraghi, Ahmad
Musthafa al-Maraghi ; cet. Dar el-Fikr
1974.
-
Tafsir al-Maraghi terjemah, K. Anshari
Umar Sitanggal dkk ; cet. CV. Toha Putra Semarang 1992
-
Tafsir ad-Durul Mantsur Fii
Tafsir bil Ma’tsur,
asy-Syuyuthi ; Maktabah Syamilah.
-
Shahih al-Bukhari, Imam Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari ; cet. Dar el-Fikr 1994.
-
Shahih Muslim, Abu al-Husein
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburiy ; cet. Dar el-Fikr 2008.
-
Sunan Abu Dawud, Abu Dawud
Sulaiman bin al-Asyats as-Sijistaniy ; cet. Dar el-Fikr 2007.
-
Sunan al-Kubra, Abu Bakar bin
Ahmad bin al-Husein bin Ali al-Baihaqi ; cet. Dar el-Hadits Cairo 2008.
-
Al-Muwaththa, Imam Malik
bin Anas ; cet. Dar el-Fikr 2005.
Komentar
Posting Komentar