HUKUM KELUARGA BERENCANA (KB) MENURUT IJTIHAD 3 ORMAS ISLAM BESAR TANAH AIR


Oleh  : Abu Fatwa Albani
(Syamsudin Mukti)



 
Terjadi kesamaan pendapat bahwa hukum Keluarga Berencana (KB) itu mubah (boleh) dengan kriteria dan syarat-syarat tertentu.

Adapun keputusan-keputusan dan argumen-argumennya sebagai berikut :

   A.    Keputusan-keputusan : 

Keputusan Muhammadiyah[1]

1.     Mencegah kehamilan adalah berlawanan dengan ajaran agama islam. Demikian pula keluarga berencana yang dilaksanakan dengan pencegahan kehamilan.
2.    Dalam keadaan darurat dibolehkan sekedar perlu dengan syarat persetujuan suami-isteri dan tidak mendatangkan mudlarat jasmani dan rohani.[2]

Keputusan Persatuan Islam (PERSIS)[3]

1.     Keluarga Berencana dalam pengertian “Tanzhimun-Nasli” (mengatur jarak satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya) tidak dilarang.
2.    Keluarga Berencana dalam pengertian “Tahdidun-Nasli” (membatasi kelahiran) hukumnya haram.
3.    Melaksanakan Keluarga Berencana karena “Khosyata Imlak” (takut kelaparan)[4] hukumnya haram.
4.    Kaifiat (cara) KB :
-   Yang bisa dilaksanakan  a.l : Azal, Pantang berkala, Cream/Jelly, Vaginal Tablet, Kondom, pil, suntikan dan AKBK.
-   Yang haram dilaksanakan : IUD, Sterilisasi (Vasektomi, Tubektomi) Aborsi dan Menstrual Regulation (MR).

Keputusan Nahdlatul Ulama (NU)[5]

Penjarangan kehamilan dengan cara apapun tidak dapat diperkenankan, kalau mencapai batas mematikan fungsi berketurunan secara mutlak. Karenanya sterilisasi yang diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali kemampuan berketurunan dan tidak sampai merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi.

 
   A.    Argumen-argumen :

Argumen Muhammadiyah

1.     Dalil al- Quran Surah an-Nahl : 72.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

2.    Dalil hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam dari Anas radliyallahu ‘anhu.

عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَانَا عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ :« تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
Dari Anas radliyallahu ‘anhu ia berkata : adalah rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyuruh kami untuk menikah dan melarang dari membujang dengan larangan yang keras. Dan beliau bersabda : nikahilah olehmu kepada wanita yang berbakat banyak anak dan yang penyayang; sesungguhnya aku merasa bangga akan banyak jumlahmu terhadap para nabi kelak di hari kiamat. Hr. Ahmad : 12152.[6]

عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول : ......إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
Dari ['Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash] dari [bapaknya] radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda : …… Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan (kaya) itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka serba kekurangan sehingga nantinya mereka meminta-minta kepada manusia.. Hr. Mutaffaq Alaih.[7]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
Dari [Abu Hurairah] dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta 'ala daripada orang mukmin yang lemah. Hr. Muslim : 4816.

Yang dimaksud dalam kriteria darurat pada poin 2 dalam keputusan Muhammadiyah yaitu :
a.    Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu karena mengandung atau melahirkan, bila hal itu diketahui dengan pengalaman atau keterangan dokter yang dapat dipercaya sesuai dengan ql-Quran Surah al-Baqarah : 195 sebagaimana di atas.
b.    Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat faktor-faktor kesempitan penghidupan, seperti kekhawatiran akan terseret menerima hal-hal yang haram atau menjalankan/melanggar larangan karena didorong oleh kepentingan anak-anak, sejalan dengan firman Alllah Ta’ala dan Hadis nabi :

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. QS. Al-Baqarah : 185.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَكُونَ كُفْرًا، وَكَادَ الْحَسَدُ أَنْ يَغْلِبَ الْقَدَرَ "
Dari Anas bin Malik ia berkata : telah bersabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam ; kefakiran itu mendekati kekafiran, dan hasud itu hampir mengalahkan taqdir. Hr. Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya : VIII : 253.

c.     Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran terlalu rapat.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Dari [Ubadah bin Ash Shamith] berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memutuskan bahwa tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat." Hr. Ibnu Majah : 2331.

Catatan : pertimbangan darurat bersifat individu dan tidak dibenarkan keluarnya Undang-undang, sebab akan bersifat memaksa. Oleh karenanya, persetujuan bulat antara suami-isteri benar-benar diperlukan.[8]

Argumen Persatuan Islam (PERSIS)

1.     Dalil al-Quran 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.  QS. an-Nisa : 9

…..وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. QS. al-Baqarah : 233

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. QS. Luqman : 14.

2.  Dalil Hadis

عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول : ......إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
Dari ['Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash] dari [bapaknya] radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda : …… Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan (kaya) itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka serba kekurangan sehingga nantinya mereka meminta-minta kepada manusia.. Hr. Mutaffaq Alaih.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
Dari [Abu Hurairah] dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta 'ala daripada orang mukmin yang lemah. Hr. Muslim : 4816.

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِي جَارِيَةً هِيَ خَادِمُنَا وَسَانِيَتُنَا وَأَنَا أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ فَقَالَ اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا فَلَبِثَ الرَّجُلُ ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ الْجَارِيَةَ قَدْ حَبِلَتْ فَقَالَ قَدْ أَخْبَرْتُكَ أَنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا
Dari [Jabir] bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam sambil bertanya; "Saya memiliki seorang budak perempuan yang bekerja melayani dan menyirami tanaman kami, saya sering menidurinya, akan tetapi saya tidak ingin jika dia hamil." Lantas beliau bersabda: "Jika kamu mau, lakukanlah azl, namun sekalipun begitu, apa yang ditetapkan Allah pasti akan terjadi juga." Tidak lama kemudian, laki-laki itu datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Budak perempuanku telah hamil. Lantas beliau bersabda: "Bukankah saya telah mengatakan kepadamu, bahwa apa yang telah ditetapkan Allah pasti akan terjadi." Hr. Muslim : 2606.

Ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut kiranya mengandung beberapa ibrah antara lain ;

1.     Allah menghendaki kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah (baik rohani ataupun jasmani).
2.    Diperlukan perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan :
a.    Terpeliharanya kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan, menyusui dan memelihara anak.
b.    Terjaminnya pendidikan bagi si anak, serta keselamatan agama orangtuanya yang dibebani kewajiban mencukupi kebutuhan hdup keluarga.
3.    Seorang ayah wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan hidup isteri dan anak-anaknya.
4.    Seorang ibu tidak dibenarkan menderita karena anaknya demikian pula ayahnya.
5.    Dengan tuntunan menyusui dua tahun, yang menurut kesehatan selama si ibu menyusui ia bisa tidak menstruasi, yang berarti selama dua tahun seorang ibu bisa tidak hamil, merupakan indikasi bahwa ibu bisa mengatur jarak antara dua tahun kehamilan.
6.    Faktor kemampuan suami isteri hendaknya dijadikan  pertimbangan oleh mereka yang ingin menambah jumlah anak.
7.    Islam lebih menghargai manusia itu dari segi kualitasnya daripada kammiyahnya (jumlahnya).
8.    Di zaman nabi shallallahu alaihi wasallam sudah ada system ‘azal (senggama terputus) dan ternyata dibenarkannya.

Maka kami berkesimpulan bahwa program keluarga berencana dalam terminology “Tanzhimun Nasli” (pengaturan jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga baik material maupun spiritual yang menjadi landasan kesejahteraan umat, dan bukan dalam terminology “ Tahdidun Nafsi” (dalam arti pembatasan kelahiran dalam segala situasi dan kondisi keluarga tanpa kecuali), bisa dibenarkan oleh syariat islam.

Argumen Nahdlatul Ulama (NU)

1.     Keterangan dari kitab;
-        Nihayah al-Muhtaj[9]

أَمَّا اسْتِعْمَالُ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ دَوَاءً لِمَنْعِ الْحَبَلِ فَقَدْ سُئِلَ عَنْهَا الشَّيْخُ عِزُّ الدِّينِ فَقَالَ : لَا يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ ذَلِكَ وَظَاهِرُهُ التَّحْرِيمُ ، وَبِهِ أَفْتَى الْعِمَادُ بْنُ يُونُسَ ، فَسُئِلَ عَمَّا إذَا تَرَاضَى الزَّوْجَانِ الْحُرَّانِ عَلَى تَرْكِ الْحَبَلِ هَلْ يَجُوزُ التَّدَاوِي لِمَنْعِهِ بَعْدَ طُهْرِ الْحَيْضِ .أَجَابَ لَا يَجُوزُ ا هـ . وَقَدْ يُقَالُ : هُوَ لَا يَزِيدُ عَلَى الْعَزْلِ ، وَلَيْسَ فِيهِ سِوَى سَدُّ بَابِ النَّسْلِ ظَنًّا وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنْ الْحَقِّ شَيْئًا ، وَعَلَى الْقَوْلِ بِالْمَنْعِ فَلَوْ فُرِّقَ بَيْنَ مَا يَمْنَعُ  بِالْكُلِّيَّةِ وَبَيْنَ مَا يَمْنَعُ فِي وَقْتٍ دُونَ وَقْتٍ فَيَكُونُ كَالْعَزْلِ لَكَانَ مُتَّجِهًا . وَفِي شَرْحِ التَّنْبِيهِ لِلْبَالِسِيِّ نَحْوُ هَذَا ا هـ كَلَامُ الزَّرْكَشِيّ.
“ Adapun penggunaan obat seorang pria dan wanita untuk mencegah kehmilan, maka Syaikh Izzudin telah ditanyakan tentang hal itu. Lalu ia jawab :” bagi wanita hal itu tidak boleh.” Makna lahiriah jawaban itu adalah mengharamkan. Al-Imad bin Yunus berfatwa dengan hukum haram. Kemudian Syaikh Izzuddin ditanya bila kedua suami isteri yanh merdeka saling menyetujui untuk menghindari hamil, “Apakah boleh mengkonsumsi obat untuk mencegahnya setelah suci dari haid ?” beliau jawab : “ tidak boleh.” Sampai disini ungkapan beliau. Dan terkadang bisa disanggah : “ cara tersebut tidak melebihi ‘azl, dan dalam cara itu hanya menutup adanya keturunan secara zhan (prasangka). Sedangkan zhan sama sekali tidak selevel dengan kenyataan. “ Berdasar pendapat yang mencegah, bila antara obat yang mencegah kehamilan secara total dan obat yang mencegahnya sementara waktu dibedakan hukumnya. maka pembedaan itu cukup kuat. Dalam Syarh at-Tanbih karya al-Balisi terdapat pertimbangan semacam ini.

-        Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib[10]

وَكَذَلِكَ اسْتِعْمَالِ المرْأَةِ الشَّيءِ الَّذِي يُبْطِئُ الحَبْلَ أَوْ يَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي الأُوْلَى وَيُحْرَمُ فِي الثَّانِي.
Begitupula menggunakan obat yang menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan dalam kasus kedua.



 


[1] Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Keputusan Tarjih Sidoarjo. Jilid I. hal. 311-312.
[2] Penjarangan kehamilan dapat dibenarkan sebagai kondisi darurat atas dasar kesehatan dan pendidikan dengan persetujuan suami-isteri dengan pertimbangan dokter ahli dan ahli Agama. Lihat penjelasan dari majelis tarjih terkait poin keputusan no 2.
[3] Keputusan Sidang Dewan Hisbah VIII tentang Keluarga Berencana, Bandung, 14 J. Tsaniyah 1414 H/ 28 Nopember 1993 M. halm ; 228-229.
[4] Menurut penulis termasuk dalam hal ini yaitu takut miskin.
[5] Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-28, di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Tanggal 26-29 Rabiul Akhir 1410 H/ 25-28 Nopember 1989 M. halm : 448-450.
[6] Selain Ahmad, diriwayatkan pula oleh Abu Daud : 1754. Nasai : 3175. Ibnu Majah : 1836. Hakim : 2685. Baihaqi, Sunan al-Kubra : 13857. Thabrani, Mu’jam al-Kabir : 16902. Al-Bazzar, Musnad al-Bazzar : 6456. 
[7] Muttafaq Alaih yaitu Bukhari dan Muslim. Di Bukhari hadis no : 1213. Di Muslim hadis no ; 4296.
[8] Penjelasan dari majelis tarjih poin ke 7.
[9] Nihayah al-Muhtaj ila syarh al-Minhaj : 29 : 465.
[10] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib : Jilid II, hal 95.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan untuk Jumhur dari Sejumlah Ulama hadis dan Fiqih tentang Makmum Masbuq dapat Rukuk dapat Satu Raka’at

DALIL-DALIL SEPUTAR DA'WAH

STATUS HADIS TENTANG ARWAH YANG MENINGGAL BISA MELIHAT KEADAAN KERABATNYA YANG MASIH HIDUP DAN DAPAT MENDO'AKANNYA