TARJIH PERSELISIHAN TENTANG WAJIB DAN TIDAKNYA ZAKAT PERHIASAN
Oleh : SAMSUDIN
(Abu Fatwa Albani Syam)
Di dalam
hadits, perhiasan lebih dikenal dengan sebutan “الحُلِيُّ”. Sebelum membahas tentang hadits-hadits yang
berkaitan dengannya, maka langkah awal yang dipandang perlu untuk diketahui lebih dahulu adalah
definisi dari al-huliyy itu
sendiri.
A.
Definisi
الحَلْيُ اِسْمٌ لِكُلِّ مَا
يُتَزيَّنُ بِهِ مِنْ مَصَاغِ الذَّهَبِ والفِضَّةِ وَالجَمْعُ حُلِيٌّ بِالضَّمِّ
وَالكَسْرِ.
Al-Halyu adalah
sebuah nama bagi setiap apa-apa yang dengannya dijadikan perhiasan dari bentuk
emas dan perak. Dan kata Jamaknya adalah Huliyyun dengan didhammah dan
dikasrah. an-Nihayah Fii Gharibil Hadits wal atsar : I : 418.
B. Hadis-hadis yang menyatakan tidak ada zakat untuk perhiasan,
diantaranya :
عَنِ
الشَّعْبِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ لَيْسَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ
1) Dari
Sya’bi dari Jabir bin Abdullah ia berkata : tidak ada zakat pada perhiasan itu.
Hr. ad-Daaraquthniy : 1955.
عَنْ
نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ لاَ زَكَاةَ فِى الْحُلِىِّ.
2) Dari Nafi’
bahwasanya Ibnu Umar ia berkata : tidak ada zakat pada perhiasan. Hr. ad-Daaraquthniy;
1967. Al-Baihaqiy, Sunan al-Kubra : 7786. Abdurrazaq, Mushannaf Abdirrazaq;
7047.
عَنْ شَرِيكٍ عَنْ عَلِىِّ
بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ : سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ الْحُلِىِّ فَقَالَ :
لَيْسَ فِيهِ زَكَاةٌ.
3) Dari Syarik dari
Ali bin Salim ia berkata : aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang
perhiasan, Jawabnya ; tidak ada zakat
padanya. Hr. ad-Daaraquthhiy; 1965.
Al-Baihaqiy, Ma’rifatus Sunan; 2499.
عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- : كَانَتْ تَلِى بَنَاتِ أَخِيهَا يَتَامَى فِى
حَجْرِهَا لَهُنَّ الْحُلِىَّ فَلاَ تُخْرِجُ مِنْهُ الزَّكَاةَ.
4) Dari Abdurrahman bin al-Qasim dari ayahnya bahwasanya Aisyah
istrinya Nabi saw. adalah beliau memakaikan perhiasan kepada anak-anak saudara
laki-lakinya di kamarnya, maka ia tidak
mengeluarkan zakat dari perhiasan itu. Hr.
al-Baihaqiy, Sunan al-Kubra; 7784. Asy-Syafi’i, Musnad asy-Syafi’i; 440.
Dan selain
dari Jabir, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Aisyah terdapat juga sumber hadits
lain yang semakna dengan lafazh yang sedikit berbeda diantaranya yaitu dari
Ibnu Abi Mulaikah, al-Qasim bin Muhammad, ‘Amrah, Sa’id bin al-Musayyab,
al-Hasan, asy-Sya’bi, Malik bin Anas, Fathimah binti al-Mundzir, Khilas dan
Thawus.
Selain dari keempat dalil di atas,
para pemegang pendapat ini juga berkeyakinan bahwa hadits tentang ancaman
kepada dua perempuan yang datang kepada Rasulullah dengan memakai gelang yang
tidak dikeluarkan zakatnya itu adalah haditsnya dhoif. Karena pada sanadnya
terdapat rawi yang bernama Ibnu Lahi’ah ia dinyatakan lemah oleh para ulama
ahli
hadits dikarenakan seluruh kitabnya
terbakar dan ia sering keliru dalam periwayatan
berdasarkan hafalannya . adapun
haditsnya yaitu :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَتَيْنِ أَتَتَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم- وَفِى
أَيْدِيهِمَا سُوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهُمَا « أَتُؤَدِّيَانِ زَكَاتَهُ
». قَالَتَا لاَ. قَالَ فَقَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
أَتُحِبَّانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ بِسُوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ ». قَالَتَا
لاَ. قَالَ « فَأَدِّيَا زَكَاتَهُ ».
Telah
menceritakan kepada kami Qutaybah, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Lahi’ah, dari Amer bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya
bahwasanya ada dua orang perempuan yang datang kepada Rosululloh saw. sedangkan
pada tangan-tangannya terdapat gelang dari emas, maka Rasululloh saw. bertanya
kepada keduanya : apakah kalian berdua telah menunaikan zakatnya ?. mereka menjawab
: tidak. Lalu Rasululloh saw mengatakan kepada keduanya: “ apakah kalian berdua
senang digelangkan oleh Alloh dengan dua gelang dari api neraka ?. mereka
berdua menjawab : tidak. Rasululloh berkata : karena itu tunaikanlah oleh
kalian berdua zakatnya. Hr. Tirmidzi : 635.
قَالَ أَبُو عِيسَى
وَهَذَا حَدِيثٌ قَدْ رَوَاهُ الْمُثَنَّى بْنُ الصَّبَّاحِ عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ نَحْوَ هَذَا. وَالْمُثَنَّى بْنُ الصَّبَّاحِ وَابْنُ لَهِيعَةَ
يُضَعَّفَانِ فِى الْحَدِيثِ وَلاَ يَصِحُّ فِى هَذَا الْبَابِ عَنِ النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- شَىْءٌ.
Berkata Abu Isa (Tirmidzi) : Dan ini
adalah hadits yang telah diriwayatkan oleh al-Mutsanna bin ash-Shabbah dari
Amer bin Syu’aib sama seperti ini. Sedangkan al-Mutsanna bin ash-Shabbah
dan Ibnu Lahi’ah keduanya didhoifkan dalam hadits ini, dan tidak
syah sedikit pun dalam bab ini dari Nabi saw. Sunan Tirmidzi
: 635.
Kesimpulan dari atas :
Setelah meninjau dari beberapa hadits yang menyatakan tidak adanya
zakat perhiasan, dan adapun riwayat Tirmidzi yang menerangkan adanya perintah
Nabi saw kepada dua perempuan itu untuk mengeluarkan zakatnya, setelah ditelaah ternyata ada kedhoifan. Maka
dapat disimpulkan hukum bahwa Tidak ada zakat pada perhiasan. Wallahu a’lam.
C. Bantahan
dan Jawaban terhadap dalil – dalil di
atas
1. Hadits riwayat ad-Daaraquthni no 1 di atas, tidak
bisa dijadikan hujjah lantaran haditsnya dhoif, sebab pada sanadnya terdapat
seorang rawi yang bernama Abu Hamzah ia nama sebenarnya adalah Maemun.
Ad-Daaruquthniy sendiri mengatakan ia seorang rawi yang dhoif haditsnya.[1]
Begitu juga menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Talkhish al-Khabir.
2. Hadist
no 2, 3 , 4 dan dari sahabat yang lainnya meskipun demikian akan tetapi
hadits-hadits tersebut mauquf [2] tidak
sampai kepada
Nabi saw. dan ada pula yang Maqthu’[3] sedangkan hadits
mauquf kalaupun sanadnya syah tidak bisa
dijadikan hujjah jika bertentangan dengan yang marfu’ lagi syah. Adapun riwayat
yang marfu’ akan disajikan pada poin ke 4.
3. Adapun
riwayat imam Tirmidzi yang beliau katakan dhoif dikarenakan terdapat rawi yang benama Ibnu Lahi’ah dari Amer bin
Syu’eb , kemudian terdapat jalur sanad lain yang sama dhoifnya melalui rawi bernama al-Mutsanna bin
ash-Shabbah dari Amer bin Syu’eb itu benar adanya. Dan jalur sanad yang
dimaksud imam Tirmidzi yaitu :
عَنِ
المثَنَّى بْنِ الصَّبَاحِ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَتَيْنِ أَتَتَا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
وَفِي أَيْدِيهِمَا خَوَاتِمُ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ : أَتُؤَدِّيَانِ زَكَاتَهُ ، قَالَتَا : لَا ، فَقَالَ أيسركما أن يختمكما الله يوم
القيامة بخواتيم من نار - أو قال : أَيُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
بِسِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ ، قَالَتَا : لا ، قَالَ : فَأَدِّيَا زَكَاتَهُ.
Dari al-Mutsanna
bin ash-Shabbah dari Amer bin Syu’eb dari ayahnya dari kakeknya
bahwasannya dua orang perempuan datang kepada Rasululloh saw dan pada tangannya
terdapat cincin emas. Maka Rasul berkata : apakah kalian tunaikan zakatnya ?
mereka menjawab : tidak. Rasul berkata : maukah kalian dicincinkan oleh Alloh
pada hari kiamat dengan cincin-cincin dari api neraka ? – atau (Rasul
berkata : maukah kalian digelangkan oleh Alloh Tabaraka wa Ta’ala dengan gelang dari api nerak ?, ). Mereka
berdua menjawab : tidak. Rasul berkata lagi : maka sebab itu tunaikanlah oleh
kalian zakatya. Hr. Abdurrazaq, Mushannaf Abdirrazaq; 7065.
3.1 Sebab kedho’ifan al-Mutsanna bin ash-Shabbah.
al-Mutsanna bin ash-Shabbah nama
lengkapnya yaitu al-Mutsanna bin ash-Shabbah al-Yamani al-Anbari Abu
Abdillah atau Abu Yahya al-Makki.
· Tirmidzi
berkata : ia didho’ifkan dalam hadits
·
an-Nasai berkata : ia bukanlah rawi yang tsiqat
·
ad-Daaraquthni berkata : dho’if
·
Ibnu Sa’ad berkata : ia memiliki beberapa hadits tetapi
ia itu dho’if
·
Ibnu ‘Addi berkata : ia memiliki hadits yang shalih dari Amer bin Syu’eb. Tetapi sungguh para imam
terdahulu mendho’ifkannya, dan kedho’ifannya terhadap hadits itu terang.
· Ibnu al-Madini berkata : aku
mendengar Yahya bin Sa’id dan menyebutkan dihadapannya tentang Mustanna bin
ash-Shabbah lalu beliau berkata (Yahya) : kami tidak meninggalkan (hadits)
Mutsanna dari Amer bin Syu’eb hanya saja terbukti ia itu ikhtilath pada Atha’.
·
Berkata Ibnu Hibban dalam
kita adh-Dhu’afa : ia wafat di penghujung tahun 149 H, dan ia termasuk rawi
yang pikun di akhir usianya (pada masa
tua). Tahdzibu at-Tahdzib : VIII : 39, 40.
Akan tetapi kendatipun demikian
terdapat pula ulama yang menilainya tsiqat terhadapnya, berkata Abbas ad-Dauriy
dari Ibnu Ma’in : Mutsanna bin ash-Shabbah itu orang Mekkah, dan Ya’la bin
Muslim juga orang Mekkah, dan al-Hasan bin Muslim juga orang Mekkah, seluruhnya
Tsiqat (kepercayaan). Tahdzibul
Kamal : XVII : 429.
Pendapat
penulis : setelah memperhatikan dari penilaian-penilaian para ulama
terhadap al-Mutsanna, maka dapat disimpulkan bahwa satu-satunya sebab
kedho’ifan al-Mutsanna itu hanyalah mengalami kepikunan saja di masa tuanya.
Itu artinya untuk memastikan periwayatan al-Mutsana mengenai hal ini apakah
sebelum pikun atau setelahnya, maka mesti ada rawi selain dia yang meriwayatkan
yang sama atau semakna. Dan hal ini ternyata ditemukan rawi selain ia yang
meriwayatkan kasus yang sama. Sebagaimana
dalam poin berikut.
4. Terdapat rawi selain Ibnu Lahi’ah dan al-Mutsanna yang
meriwayatkan kasus yang sama.
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ وَحُمَيْدُ بْنُ
مَسْعَدَةَ - الْمَعْنَى - أَنَّ خَالِدَ بْنَ الْحَارِثِ حَدَّثَهُمْ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِى يَدِ
ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهَا « أَتُعْطِينَ
زَكَاةَ هَذَا ». قَالَتْ لاَ. قَالَ « أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ
بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ ». قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا
فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ.
Telah menceritakan pada kami Abu
Kamil dan Humed bin Mas’ad, bahwasanya Khalid bin al-Harits telah menceritakan
pada mereka, (kata Khalid dan Humed) telah menceritakan pada kami Husein
dari Amer bin Syu’eb dari ayahnya dari kekeknya : bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersama putrinya yang mengenakan dua gelang emas ditangannya.
Lalu beliau bertanya: "Apakah engkau mengeluarkan zakat gelang ini?"
Dia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Apakah engkau senang pada hari
kiamat nanti Allahakan menggelangi kamu dengan dua gelang api neraka?"
Lalu perempuan itu melepaskan kedua gelang tersebut, dan memberikannya kepada
Nabi saw. seraya berkata : ini adalah milik Alloh ‘Azza wa Jalla dan milik
Rasulnya. Hr. Abu Daud : 1560. Nasai ; 2479. Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra :
7340, 7799. Ad-Daaraquthni : 1982.
Berkata al-Mundzir ; Sanadnya
hadits tersebut tidak dipermasalahkan, karena Abu Daud meriwayatkannya dari Abu
Kamil al-Jahdariy dan Humed bin Mas’adah keduanya termasuk rawi tsiqat
(kepercayaan) yang dijadikan Hujjah keduanya oleh imam Muslim. dan Khalid bin
al-Harits adalah seorang imam yang faqih juga dijadikan hujjah oleh Bukhari dan
Muslim begitu juga Husen bin Dzakwan al-Mu’allim. dan ia ditilai tsiqat oleh
Ibnu al-Madiniy, Ibnu Ma’in dan Abu Hatim. Sedangkan Amer bin Syu’eb ia adalah
termasuk rawi yang telah diketahui. dan ini adalah sanad yang kuat yang bisa
dijadikan Hujjah Insya Alloh. Lihat ‘Aunul Ma’bud : III : 272.
Oleh karena itulah al-Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan : telah meriwayatkannya Abu Daud dari hadits Husein al-Mu’allim, ia
itu tsiqat menerima dari Amer bin Syu’eb, dan sanad tersebut menjadi bantahan/
penolakan atas Tirmidzi yang mana ia menetapkan bahwasanya hadits tersebut
tidak dikenal kecuali hanya dari hadits Ibnu Lahi’ah dan al-Mutsanna bin
ash-Shabbah dari Amer, serta sungguh mereka (Ibnu Lahi’ah, al-Mutsanna dan
Husein) telah diikuti juga oleh Hajaj bin Arthah. Talkhishul Habir : II
: 385.
Dan
ash-Shan’ani juga mengatakan setelah penelitiannya : Maka pendapat Tirmidzi
bahwasanya hadits tersebut tidak dikenal melainkan hanya dari jalur Ibnu
Lahi’ah saja itu tidaklah shahih. …. Dan hadits tersebut menjadi dalil
atas wajibnya zakat pada perhiasan, dan zahirnya bahwa tidak ada nishab baginya
berdasar perintahan Nabi saw. dengan penyebutan zakat tersebut. ....
dan ini adalah pendapat al-Hadawiyah, dan seluruh ulama salaf, dan salahsatu
pendapat imam Syafi’i beramal dengan hadits – hadits tersebut. Lihat : Subulus
Salam, Syarh Bulughul Maram : II : 135.
Selain itu terdapat juga atsar-atsar sahabat dan tabi’in
yang menunjang kepada hadits diatas sehingga menjadi saling menguatkan atas
adanya perintah zakat perhiasan, diantaranya :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لاَ بَأْسَ بِلُبْسِ
الْحُلِيِّ إِذَا أَعْطَى زَكَاتَهُ
Dari Aisyah ia berkata :
tidak mengapa memakai perhiasan itu jika telah diberikan zakkatnya. Hr.
ad-Daaraquthni : 1956. Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 7794.
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرو ؛ أَنَّهُ كَانَ يَأْمُرُ نِسَاءَهُ أَنْ يُزَكِّينَ
حُلِيَّهُنَّ.
Dari Abdullah bin
Umar bahwasanya ia menyuruuh isteri-isterinya untuk menzakati
perhiasan-perhiasan mereka. Hr. Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf Ibni Abi Syaibah : 10263
عَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ ، قَالَ : فِي حُلِيِّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ زَكَاةٌ .
قَالَ : وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ.
Dari Sa’id bin Juber ia
berkata : pada perhiasan emas dan perak itu terdapat zakat. Ia mengatakan : dan
ini adalah pendapat Sufyan. Hr. Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf Ibni Abi Syaibah : 10262
عَنْ
عَطَاءٍ ، قَالَ : فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ.
Dari Atha ia
berkata : pada Perhhiasan itu ada zakatnya. Hr. Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf Ibni Abi Syaibah : 10264
عَنِ
ابْنِ طَاوُوس ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ.
Dari Ibnu Thawus dari ayahnya
ia berkata : pada perhiasan itu ada zakatnya. Hr. Ibnu Abi Syaibah,
Mushannaf Ibni Abi Syaibah : 10265
5.
Zakat perhiasan cukup
dikeluarkan satu kali saja
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فِى
الْحُلِىِّ قَالَ : إِذَا كَانَ يُعَارُ وَيُلْبَسُ فَإِنَّهُ يُزَكَّى مَرَّةً
وَاحِدَةً.
Dari Anas bin Malik mengenai
perhiasan ia berkata : apabila dipakai maka sungguh perhiasan itu dizakatinya satu
kali saja. Hr. al-Baihaqi, Sunan al-Kubra : 778
D. Kesimpulan
:
o
Hadits yang
menyatakan tidak ada zakat pada perhiasan itu mauquf dan maqtu
o
Hadits yang
menyatakan adanya perintah zakat pada perhiasan itu marfu’ lagi shahih dan ada
yang mauquf. Maka dengan demikian,
o
Perhiasan itu ada dan wajib dikeluarkan
zakatnya oleh si pemiliknya
o
Dikeluarkan zakatnya sebelum dipakai
o
Zakat perhiasan dikeluarkan cukup satu kali
saja.
Wallahu a’lam.
[1] Sunan
ad-Daaraquthni : I : 80.
[2] Mauquf
secara bahasa adalah terhenti. Sedangkan menurut istilah adalah omongan
atau perbuatan atau taqrir yang
disandarkan kepada seseorang shahabat Nabi saw.
Riwayat Mauquf sanadnya ada yang Shahih, Hasan dan ada pula yang Dha’if..
Lihat A.Qadir Hassan. Ilmu
Mushtalah Hadits : 297-298.
[3] Maqthu’ secara bahasa adalah
yang diputuskan atau yang terputus. Sedang menurut istilah adalah perkataan,
perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada tabi’in atau orang yang di
bawahnya. Lihat A.Qadir Hassan. Ilmu Mushtalah Hadits : 299.
Sukron tadz
BalasHapusSama2 wa iyyakum
Hapus